!break!
Loek Soleang benar dalam satu hal: Penduduk di Cekungan Mekong perlu listrik lebih banyak. Di Vern Houy tidak ada listrik sama sekali. Di desa O Svay, di sebelah hilir lokasi bendungan Don Sahong, ada generator diesel yang kotor dan bising. Hanya keluarga-keluarga yang paling berada yang mampu membelinya. Sama seperti di sebagian besar pedesaan Asia Tenggara, hanya anak-anak paling beruntung yang dapat mengerjakan PR dengan cahaya lampu.
Baik pejabat Kamboja maupun Laos berkata bahwa bendungan dapat memberi manfaat bagi kaum miskin negara mereka, dengan menyediakan listrik yang lebih murah dan lebih mudah diperoleh. Sementara Kamboja menentang bendungan batang-utama sungai di hulu di Laos, para pejabat memuji Sesan Bawah 2 dan proyek bendungan anak sungai lain. “Mata pencarian yang tersedia berkat energi lebih baik daripada mata pencarian yang tersedia dari perikanan,” kata Touch Seang Tana, ketua komisi Kamboja untuk pengembangan ekonomi dan pelestarian pesut Mekong. “Bendungan adalah jalan bagi warga agar bisa lebih dari sekadar menyambung hidup.”
Bendungan yang direncanakan untuk Kamboja dan Laos akan menghasilkan listrik memang jauh melebihi kebutuhan dalam negeri kedua negara itu, tetapi tidak berarti listrik akan tersedia bagi seluruh warganya. Sembilan puluh persen listrik yang dihasilkan bendungan batang-utama sungai akan dijual kepada Thailand dan Vietnam, lalu sebagian besar uang yang diperoleh akan masuk kantong perusahaan yang membangun bendungan. Analisis 2010 yang disponsori MRC meramalkan bahwa kerugian perikanan akibat proyek malah akan memperburuk kemiskinan.
!break!Sebagian pejabat berargumen bahwa budi daya air dan padi dapat mengimbangi penurunan persediaan makanan yang terjadi, tetapi pakar perikanan sangat tidak sepakat. Dampak bendungan batang-utama sungai pada perikanan Mekong, menurut mereka, akan bersifat kumulatif, merusak, dan sulit dielakkan di sungai-sungai lain di wilayah itu; tangkapan ikan anjlok 30-90 persen setelah bendungan dibangun. Dan meskipun budi daya air sudah diterapkan secara luas di sepanjang Sungai Mekong, ikan itu diberi makan ikan liar lebih kecil dari sungai. Mengganti ikan pakan tersebut dengan makanan pabrik terlalu mahal bagi sebagian besar produsen. Banyak orang yang tergantung pada menangkap ikan, dan budi daya air kemungkinan akan terperosok ke dalam ekonomi tunai, tanpa modal atau pengetahuan yang diperlukan untuk bertahan hidup di dalamnya.
Sungai Mekong bukan satu-satunya sumber daya rendah-karbon di wilayah itu. Kesebelas bendungan yang diusulkan untuk batang-utama Sungai Mekong hilir diperkirakan akan memenuhi sekitar 6-8 persen kebutuhan listrik Asia Tenggara sebelum 2025, dan analisis menunjukkan bahwa upaya efisiensi dan investasi dalam teknologi surya dan energi lain yang lebih bersih dapat menghasilkan listrik dalam jumlah setara, atau lebih besar, dengan biaya lebih kecil. Tetapi, di Asia Tenggara, alternatif seperti itu masih dalam tahap awal pengembangan. Bagi pemerintah Kamboja dan Laos, PLTA lebih dikenal dan dipahami, dan lebih berharga sebagai komoditas ekspor.
Dapatkah Sungai Mekong dimanfaatkan dayanya sambil dilindungi kelimpahannya? Kajian 2012 oleh ahli ekologi Princeton, Guy Ziv, dan rekan-rekannya menganalisis 27 bendungan yang diusulkan untuk anak Sungai Mekong, membandingkan perkiraan daya dari setiap bendungan dengan perkiraan kerusakan perikanan. Mereka menemukan perbedaan biaya ekologi yang besar di antara proyek-proyek itu. Sesan Bawah 2 merupakan proyek terburuk, jauh dibandingkan dengan yang lain; bendungan ini saja akan mengurangi biomassa ikan di cekungan hilir sebanyak 9 persen lebih. Sebaliknya, beberapa bendungan yang ditempatkan dengan hati-hati di lokasi lain di daerah aliran sungai itu dapat menghasilkan daya besar dengan kerusakan minimal terhadap persediaan makanan.
Namun, perencanaan seperti itu mengharuskan negara-negara Sungai Mekong dan para investornya saling berkoordinasi, padahal justru koordinasi itulah yang kurang dijalin. “Untuk melakukan pengembangan air dengan baik, kita harus bekerja pada skala cekungan,” kata Brian Richter, pakar air di Nature Conservancy. “Kita harus melihat Sungai Mekong sebagai peta permainan, agar dapat memutuskan untuk membangun bendungan di sini dan bukan di sana, seraya menjaga fungsi seluruh cekungan sungai. Itu sangat sulit dilakukan di Sungai Mekong.”
!break!Lebih dari 1.600 kilometer di sebelah hilir bendungan Tiongkok, jaringan rawa, kanal, dan polder yang seolah tak bertepi di Delta Mekong membentang hingga Laut Tiongkok Selatan.
Di dekat pusatnya, di kota pasar Can Tho, ahli ekologi lahan basah, Nguyen Huu Thien, berdiri di tepi air dan menunjuk barisan motor yang lewat, sebagian besar dikendarai kaum muda Vietnam. “Berapa banyak di antara mereka yang tahu tentang bendungan?” tanyanya. “Sangat sedikit yang menyadari apa yang akan terjadi.”
Nguyen besar di delta ini pada 1970-an, dan seperti banyak anak lain, dia sering berenang di kanal dan ladang tergenang. Nguyen mendapat kesempatan kuliah, kemudian belajar biologi pelestarian di University of Wisconsin. “Saya belajar teori di Wisconsin, tetapi Delta Mekong ini unik,” kata Nguyen. “Saya harus belajar tentang sungai ini di sini, di tengah-tengahnya.”
Campuran air laut dan air tawar di delta itu, dan berabad-abad upaya manusia untuk mengaturnya, telah membentuk lanskap rekayasa yang rumit, yang terlalu sering diperlakukan terpisah dari Sungai Mekong. Pada 2009, Nguyen sedang mengerjakan pemulihan lahan basah ketika diminta ikut dalam penilaian MRC tentang bendungan batang-utama sungai yang diusulkan di Laos dan Kamboja. Dia segera menyadari bahwa semua bendungan itu akan merusak seluruh kerja kerasnya di delta.
Penulis | : | |
Editor | : | Administrator |
KOMENTAR