Setelah menggeliat-geliut sejauh 12 meter menuruni cerobong sempit di gua Rising Star, Tucker dan Rick Hunter melompat turun ke ruangan lain. Sebuah lorong mengantar mereka ke rongga yang lebih besar lagi, sepanjang sekitar sembilan meter dan selebar satu meter.
Dinding dan langit-langitnya membentuk pemandangan rumit dari bonggol kalsit dan jemari batu alir yang mencuat. Tetapi, benda yang berada di dasar rongga itulah yang menyedot perhatian mereka berdua. Tulang terserak di mana-mana. Mula-mula mereka mengira itu tulang modern. Tulang itu tidak seberat batu, seperti kebanyakan fosil. Tidak pula terbungkus batu—tergeletak begitu saja di permukaan, seolah-olah dilempar orang ke situ. Mereka melihat ada satu rahang bawah, giginya utuh; bentuknya seperti tulang manusia.
Berger dapat melihat dari foto bahwa tulang belulang itu bukan milik manusia modern. Beberapa ciri, terutama pada tulang rahang dan gigi, terlalu primitif. Foto itu menunjukkan tulang-tulang lain yang menanti ditemukan; Berger dapat melihat tepi tempurung kepala yang terkubur sebagian. Tampaknya besar kemungkinan tulang belulang itu membentuk kerangka yang hampir lengkap. Dia terpana. Dalam catatan fosil hominin awal, jumlah kerangka yang hampir lengkap, termasuk dua miliknya dari Malapa, dapat dihitung dengan jari pada satu tangan. Dan sekarang ada ini. Tetapi, ini apa? Berapa usianya? Dan bagaimana bisa sampai masuk ke gua itu?
Berger memasang pengumuman di Facebook: Dicari orang kurus, memiliki pengalaman ilmiah dan menelusur gua; harus “bersedia bekerja di tempat sempit.” Dalam satu setengah minggu dia sudah dihubungi oleh hampir 60 pelamar. Dia memilih enam orang yang paling memenuhi syarat; semuanya perempuan muda. Berger menyebut mereka “astronaut bawah tanah.”
Dengan pendanaan dari National Geographic (Berger juga merupakan National Geographic explorer-in-residence), dia mengumpulkan sekitar 60 ilmuwan dan mendirikan pusat komando di permukaan. Penelusur gua setempat membantu membawa tiga kilometer kabel komunikasi dan listrik turun ke ruang fosil. Apa pun yang terjadi di situ kini dapat dilihat dengan kamera di pusat komando. Marina Elliott, yang waktu itu mahasiswa pascasarjana, adalah ilmuwan pertama yang menuruni cerobong.
“Saat melihat ke dalamnya, saya tidak yakin akan selamat,” Elliott mengenang. “Rasanya seperti melihat ke dalam mulut hiu. Ada jari dan lidah dan gigi batu.”
Elliott dan dua rekannya, Becca Peixotto dan Hannah Morris, beringsut-ingsut ke “zona pendaratan” di dasar, lalu merunduk masuk ke ruangan fosil. Bekerja bergantian tiap dua jam dengan satu tim lain yang juga beranggota tiga perempuan, mereka memetakan dan mengantongi lebih dari 400 fosil di permukaan, lalu mulai dengan hati-hati menyingkirkan tanah di sekitar tengkorak yang setengah terkubur. Di bawah dan sekitarnya ada tulang-tulang lain, padat berjejal.
Selama beberapa hari berikutnya, sementara keenam perempuan itu memeriksa petak satu meter persegi di sekitar tengkorak, para ilmuwan lain mengerumuni siaran video di permukaan dalam suasana yang hampir selalu penuh gairah. Berger, kadang-kadang pindah ke tenda sains untuk mempelajari tulang yang menumpuk—sampai seruan kaget serentak dari pusat komando mendorongnya bergegas kembali untuk menyaksikan temuan lain.
Tulang-tulang itu terawetkan dengan baik, dan menilik dari adanya beberapa bagian tubuh yang sama, segera jelaslah bahwa di gua itu tidak hanya ada satu kerangka, tetapi dua, lalu tiga, lalu lima… lalu begitu banyak sehingga sulit dihitung dengan jelas. Para penggali telah mengangkat sekitar 1.200 tulang, lebih banyak jumlahnya dari yang ada pada situs leluhur manusia mana pun di Afrika. Padahal belum semuanya terangkat dari satu meter persegi di sekitar tengkorak itu saja. Setelah penggalian dilanjutkan beberapa hari lagi pada Maret 2014, barulah sedimen tersebut kehabisan tulang, pada kedalaman 15 sentimeter.
Seluruhnya terdapat sekitar 1.550 spesimen, mewakili sekurangnya 15 individu. Tengkorak. Rahang. Iga. Puluhan gigi. Kaki yang hampir lengkap. Sebuah tangan, hampir semua tulangnya utuh, tersusun seperti saat masih hidup. Tulang mungil dari telinga dalam. Dewasa tua. Remaja. Anak kecil, dikenali dari vertebra yang amat mungil. Beberapa bagian kerangka itu anehnya tampak modern. Namun, beberapa bagian lainnya anehnya tampak primitif—pada beberapa bagian, bahkan lebih mirip kera daripada australopithecine.
Penulis | : | |
Editor | : | Administrator |
KOMENTAR