Di seantero Amerika, hewan liar dijadikan peliharaan dan hidup bersama pemiliknya; di halaman belakang, garasi, ruang keluarga, bahkan hingga tempat tidur, rubanah, dan kamar mandi. Di Amerika, diyakini bahwa ada lebih banyak hewan eksotis yang hidup di rumah penduduk daripada yang ada di kebun binatang.
Bisnis hewan peliharaan eksotis merupakan industri menggiurkan yang dikecam baik oleh pendukung kesejahteraan hewan maupun oleh pelestari margasatwa. Menurut mereka perbuatan membawa satwa liar hasil penangkaran ke pemukiman tidak hanya berbahaya, tetapi juga kejam dan harus dianggap sebagai kejahatan. Namun masalah ini masih tidak sehitam putih itu.
Sekurangnya tidak bagi Leslie-Ann Rush, pelatih kuda yang tinggal di peternakan seluas tiga hektare di luar Orlando, Florida, tempat angin bergemeresik menggoyang daun palem. Rush, 57, yang berwajah ramah dan berambut pirang, membiakkan dan melatih kuda gipsi yang ditempatkannya dalam istal di belakang kebun binatang kecilnya, kandang kawat yang ditempati tiga kanguru jantan, empat lemur, seekor kijang (dari Asia), seekor babi buncit, seekor kinkajou mirip-rakun yang dinamai Kiwi, dan seekor anjing bernama Dozer. Lemur berlompatan dengan bebas, kanguru tidur miring, babi mungil sibuk menyungkur tanah, sang kijang sibuk mengatur letak tanduk di atas kepalanya.
Rush berjalan di antara hewan peliharaan eksotisnya dengan santai dan ceria sambil membawa sereal untuk lemur. Keempat lemur itu menjulurkan tangannya yang mirip tangan manusia ke dalam kotak dan mengambil segenggam sereal Cheerios. Cara makannya hampir terbilang sopan, satu demi satu dimakan perlahan sementara air liur keluar di sudut mulutnya. Rush memiliki satu lemur ekor cincin, Liam; dua lemur kerah merah, Lolli dan Poppi; serta seekor lemur cokelat bernama Charlie. Banyak spesies lemur yang sudah terancam punah, terutama lemur kerah merah yang kini berstatus kritis di alam liar.
!break!Rush berpendapat bahwa dengan merawat hewan hasil penangkaran dia ikut menyelamatkan lemur, dan komitmennya yang sangat kuat terhadap peliharaan yang disayanginya menyita waktunya siang dan malam. Saat malam tiba, dia meninggalkan kandang kawat tersebut dan kembali ke rumah sambil membawa lemur favoritnya; lemur itu tidur seranjang, melingkar di atas bantal di samping kepalanya. Karena kanguru biasanya aktif saat fajar dan senja, hewan itu terlihat malas di siang hari, binatang berwarna cokelat kelabu itu berbaring miring mandi cahaya matahari, ekornya yang tebal tergeletak di tanah kering.
Namun, saat malam tiba hewan itu berloncatan dengan kaki belakangnya dan menempelkan mukanya ke jendela kaca yang besar, menatap Rush di dalam rumahnya: Biarkan saya masuk, tampaknya demikian pintanya. Rush tidak mengizinkan kanguru masuk, kecuali saat hewan itu masih bayi. "Saya memiliki berbagai spesies hewan yang menakjubkan, dari berbagai benua, dan hebatnya, semua hidup rukun," katanya, sambil mementang tangannya, menunjuk kumpulan binatang aneka warna yang sedang berjemur, tidur, dan makan itu. Dia memfilmkan dan memajang video hewan yang sedang bermain di YouTube, lemur melompati kanguru, yang lalu berdiri, berputar, dan mengejar primata itu mengelilingi halaman.
Meskipun sesekali ada laporan kanguru liar menyerang manusia di Australia, hewan peliharaan Rush sama sekali tidak terlihat agresif. Hal ini sebagian mungkin karena kanguru secara alami mengantuk pada siang hari, dan juga mungkin karena kanguru Rush tidak benar-benar liar: Hewan ini lahir di penangkaran; dua di antaranya telah dikebiri; kanguru ini juga terbiasa dengan kehadiran manusia. Setiap bayi kanguru yang dibesarkan Rush diberi popok dan minum susu botol, dan Rush selalu mengelus bulunya yang halus, membiasakan hewan tersebut dengan sentuhan manusia. Tiket masuk sekitar 400 ribu rupiah yang dikenakan Rush bagi pengunjung tempat yang disebutnya Pengalaman Hewan Eksotis itu membantu meringankan biaya perawatan hewan peliharaannya.
Beberapa pemilik hewan eksotis menghabiskan puluhan juta rupiah per tahun untuk membeli daging segar, untuk karnivora yang makan daging mentah setiap hari, untuk primata—omnivora dengan kebutuhan diet yang kompleks—serta untuk ular, yang makan tikus, tikus, dan tikus. Dalam kasus Rush, kangurunya makan biji-bijian dalam jumlah besar, sementara lemur menyantap setumpuk buah dan sayuran. Rush sendiri tidak banyak pengeluaran lain, sebagian besar uangnya digelontorkan untuk mengumpani peliharaannya. Demikian pula dengan waktunya. Dia mencurahkan banyak sekali waktu untuk merawat hewan eksotisnya. "Kawanan ini perlu perhatian 24/7," katanya, dan kemudian tambahnya, "tapi mereka keluarga saya. Mereka membutuhkan saya. Saya tidak bisa menjelaskan kepada Anda bagaimana rasanya. Saya bangun setiap pagi lalu datang kemari, dan semua hewan ini bergegas menyambut. Saya merasa dicintai, dan itu sangat menyenangkan. "Keluarga saya," ulangnya, dan mendung melintas di wajahnya.
!break!"Sepanjang hidup ini," katanya, "saya sering dikecewakan manusia. Hewan-hewan ini tidak pernah menyakiti saya." Kepemilikan binatang eksotis oleh pribadi saat ini diizinkan di beberapa negara bagian di Amerika dan pada dasarnya tidak ada batasan: Orang harus mendapat izin untuk memelihara anjing, tetapi semua orang boleh membeli singa atau babun dan menjadikannya peliharaan. Bahkan di negara bagian yang melarang kepemilikan hewan peliharaan eksotis, "peraturan itu tetap dilanggar," kata Adam Roberts dari Born Free USA, yang mencatat kematian dan cedera terkait dengan kepemilikan hewan peliharaan eksotis: Di Texas anak usia empat tahun diserang puma peliharaan bibinya, di Connecticut wajah seorang wanita usia 55 rusak permanen akibat simpanse milik temannya yang dipelihara sejak bayi, di Ohio seorang pria 80 tahun diserang oleh kanguru seberat 90 kilogram, di Nebraska seorang pria 34 tahun dibelit ular peliharaannya sampai mati.
Dan daftar itu belum mencakup orang yang mengidap penyakit zoonosis. Istilah hewan peliharaan eksotis tidak memiliki definisi pasti; istilah tersebut dapat berarti satwa liar yang dipelihara di rumah—atau sekadar hewan peliharaan yang tidak seumum anjing atau kucing. Kurangnya pengawasan dan peraturan menyebabkan sulit untuk memastikan jumlah hewan peliharaan eksotis yang ada. "Jawaban singkatnya, terlalu banyak," kata Patty Finch dari Global Federation of Animal Sanctuaries.
Diperkirakan bahwa harimau peliharaan saja berjumlah lebih dari 5.000 ekor—kebanyakan justru tidak berada di kebun binatang terakreditasi, melainkan menjadi milik pribadi. Dan sekalipun kebanyakan pemilik merawat hewan peliharaan eksotisnya dengan baik dan merogoh kantong dalam-dalam, ada pula yang mengurung hewan peliharaan mereka dalam kandang sempit dan kondisi yang buruk. Impor komersial spesies langka ke Amerika Serikat mulai dibatasi sejak awal 1970-an.
Kebanyakan hewan besar eksotis yang menjadi koleksi pribadi—singa dan harimau, monyet dan beruang—berasal dari penangkaran. Saat ini kita dapat menemukan zebra, unta, puma, dan monyet capuchin yang dijual di internet, wajahnya tampak menggemaskan di layar; sang monyet bermata cerdas; sang macan terbalut mantel cokelat. Dan meskipun hewan tersebut tidak lagi benar-benar liar, hewan tersebut juga tidak sepenuhnya jinak—ketidakjelasan ini menimbulkan dilema dan soal menarik. Dari pengalamannya menampung hewan eksotis yang membutuhkan tempat tinggal, biasanya dalam situasi mendesak, Roberts mengatakan bahwa pemilik hewan peliharaan eksotis umumnya terbagi ke dalam beberapa kategori yang tidak punya batas tegas.
Ada yang memperlakukan peliharaannya, terutama primata, sebagai pengganti anak, mendandaninya dengan pakaian bayi, diberi popok, dan melatih hewan tersebut buang air di kakus. Sebagian memilikinya untuk simbol status dan kekuasaan, kelas hewan eksotis di atas anjing Doberman atau pit-bull. Ada pula pembeli spontan yang tidak bisa menahan keinginan untuk memiliki bayi hewan eksotis yang menggemaskan. Lalu ada kolektor, seperti Brandon Terry, yang tinggal di Wake County, North Carolina, di sebuah apartemen satu kamar tidur bersama 15 ular, tiga di antaranya berbisa.
!break!Ada pula pencinta hewan liar yang awalnya sukarelawan di suaka margasatwa dan akhirnya memelihara hewan yang diselamatkan yang tidak kebagian tempat. Denise Flores dari Ohio menceritakan kejadian saat dia mendapatkan harimau pertamanya. "Suatu hari saya pergi ke kebun binatang, dan seorang pekerja meletakkan bayi harimau di pangkuan saya. Saya jatuh hati, spontan begitu saja. Saya tidak bisa lepas darinya," kata Flores, yang akhirnya merawat delapan macan yang diselamatkan, termasuk dua harimau putih yang begitu indah sehingga tampak seperti ukiran gading. Ada pula yang memelihara hewan liar sebagai cara untuk mendekatkan diri dengan alam.
Mereka meyakini bahwa peliharaan eksotis itu menjadikan mereka berbeda, hal ini diperkuat oleh isolasi sosial yang tidak disengaja yang biasa terjadi jika orang memelihara makhluk yang perilakunya tidak terduga. "Ya, tentu saja hewan eksotis ini membuat saya merasa unik," kata Rush. Sementara orang lain puas dengan kucing atau anjing, pemilik hewan peliharaan eksotis mendapat kesenangan dari memiliki hewan yang, selama ratusan ribu tahun, tidak bisa dijinakkan: Mereka membawa makhluk liar itu ke dalam masyarakat dan dengan berbuat demikian menunjukkan kekuasaan mereka.
"Saya ingin sesuatu yang lain, sesuatu yang tidak biasa," kata Michelle Berk, dulu warga Palisades, Florida, yang membeli kinkajounya, Winnie, lewat internet. "Lalu saya menemukan Winnie di internet. Kami tidak memelihara anjing karena apa keren dan hebatnya punya anjing. Sementara kinkajou—kesannya sangat liar. Siapa yang tidak mau hewan liar? Kata orang hewan ini liar dan tidak bisa disentuh, jadi saya ingin menyentuh dan menjinakkannya." Tim Harrison memahami hasrat manusia untuk memiliki hewan peliharaan eksotis.
Tiga puluh dua tahun yang lalu dia bekerja sebagai polisi di kota Oakwood, Ohio, dan memiliki koleksi binatang di rumahnya. Dia memiliki ular yang melilit tiang lampu. Dia memiliki monyet rhesus yang berlompatan dari meja ke sofa. Dia memiliki singa yang berjemur di jalan garasinya. Dia juga memiliki monyet capuchin, beruang, serta serigala yang merupakan favoritnya. Setelah seharian bekerja keras mengejar penjahat atau bosan menilang mobil, Harrison berganti seragam dan pulang ke rumah menemui kawanan hewannya. Yang pertama dia temui selalu serigala. Dalam keadaan letih badan dan lelah otak, dia membiarkan serigala mendekat, berkumpul di sekelilingnya. Dia kemudian berlutut dan berbaring telentang, sementara serigala naik ke atas tubuhnya. "Saya diam berbaring dan membiarkan kawanan serigala itu menjilati saya," kata Harrison, "dan itu merupakan salah satu perasaan paling menyenangkan di dunia."
!break!Sekarang semua hewan itu tidak lagi bersamanya. Harrison tidak akan pernah lagi memelihara hewan liar atau eksotis apa pun. Dia berpendapat bahwa kepemilikan semua hewan eksotis yang berbahaya harus dilarang, dan dia berjuang untuk mewujudkan hal itu. Dia mengalami perubahan mendalam, seluruh pandangan lamanya runtuh dan berganti kesadaran baru. Berikut kejadiannya: Setelah puluhan tahun menjadi pemilik hewan peliharaan eksotis, Harrison melancong ke Afrika.
Dia berkendara melintasi dataran terbuka dan padang rumput, dan dia masih teringat, bertahun-tahun kemudian, langkah panjang jerapah, gaya jalan singa yang memukau, gajah mengisap air dengan belalainya lalu menyemburkan ke badannya sehingga kulitnya berkilau. Harrison menatap hewan liar tersebut, dan dia berkata bahwa seakan matanya buta selama ini dan baru melek saat itu, saat ia menyaksikan kawanan mamalia tersebut bergerak begitu harmonis dengan lingkungannya sehingga kita bisa mendengarnya: irama, melodi, auman. Harrison tiba-tiba menyadari beginilah cara hidup margasatwa yang seharusnya. Hewan liar tidak sepatutnya tinggal di Dayton atau permukiman atau kota lainnya; makhluk ini hidup dan berasal dari alam liar, dan memindahkannya ke dunia yang tidak liar tiba-tiba terasa keliru.
Harrison mengatakan dia jadi menyadari bahwa dia tidak benar-benar memiliki hewan liar. Yang dimilikinya di Dayton adalah kumpulan hewan hasil perkawinan sedarah dan persilangan yang menurunkan makhluk yang sangat berbeda dengan makhluk yang ada di depannya saat itu. Dia merasa bahwa perannya selama ini tidak ubahnya dengan sipir penjara dan dia harus mengubah cara hidupnya. Sepulangnya ke Ohio, satu per satu disumbangkannya kucing, primata, dan serigala yang disayanginya ke beberapa suaka yang setidaknya menyediakan keamanan dan tempat bagi hewan tersebut. Sungguh tidak mudah melakukan hal itu.
Dia begitu dekat dengan kawanan serigalanya sehingga dia bisa menirukan bunyi serigala saat bersua, dan berpisah. Sekarang Harrison telah pensiun dari kepolisian. Dia mencurahkan waktunya sebagai sukarelawan di Outreach for Animals, organisasi yang turut didirikannya untuk menyelamatkan hewan peliharaan eksotis dan menempatkannya di salah satu suaka yang dia percaya.
!break!Tidak sedikit suaka margasatwa di Amerika Serikat yang menggunakan hewan mereka untuk mencari uang, membiakkannya dengan tujuan komersial atau dijadikan hiburan masyarakat. Beberapa yang murni beroperasi untuk kepentingan hewan sudah kelebihan beban, kata Vernon Weir dari American Sanctuary Association, sebuah organisasi akreditasi. "Saya kesulitan mencari tempat untuk persilangan serigala-anjing, babi buncit, beberapa spesies monyet—banyak yang berasal dari tempat penelitian—serta puma dan beruang," kata Weir. "Suaka yang baik hanya menerima yang mampu mereka rawat."
Organisasi Harrison menerima ratusan telepon per bulan dari aparat penegak hukum yang berurusan dengan binatang yang lepas atau pemilik yang kewalahan dengan biaya dan tanggung jawab perawatan hewan. Dia menyelamatkan macan lebih dari seratus kali dalam satu tahun terakhir, dan selama hidupnya telah menyelamatkan hampir seribu kucing eksotis.
Dia turut hadir ketika seorang warga Pike County, Ohio, yang bernama Terry Brumfield akhirnya setuju untuk menyerahkan singa kesayangannya yang tidak terawat. Dia kini sedang membantu seorang pria yang jarinya putus digigit beruang peliharaannya. Sang pemilik belum ikhlas melepaskan beruang tersebut. "Saya menerima apa pun sikap mereka," kata Harrison. "Jika pemilik belum siap melepaskan hewan eksotis mereka, saya akan membantu mereka merawat hewan tersebut sebaik mungkin.
Saya membantu mereka membangun kandang yang lebih baik, atau mendapatkan makanan yang terbaik. Saya tidak menghakimi. Harapan saya adalah bahwa, dengan dukungan yang tepat, orang akhirnya sadar bahwa memelihara hewan tersebut menguras uang dan energi, lalu memilih untuk menyerahkannya secara sukarela." Harrison berempati terhadap pemilik hewan liar, yang perasaan sayangnya sangat dipahaminya.
Dulu dia sangat menyayangi peliharaannya. Saat itu, seperti halnya kebanyakan pemilik peliharaan, dia yakin bahwa hewan itu juga menyayanginya. Dan dalam anggapannya, memiliki koleksi hewan yang banyak membuatnya istimewa. "Tetapi saya keliru," katanya. "Dahulu saya yakin tidak ada binatang yang tidak bisa saya jinakkan, tidak ada hewan yang tidak dapat saya latih, dan bahwa hewan yang hidup di rumah saya mendapatkan perawatan terbaik." Waham itu, timbul dari hasrat mendalam untuk berkumpul dengan hewan liar, tidak hilang sekalipun tidak punya peliharaan lagi. Setiap kali ikut dalam penyelamatan, dia harus menahan diri agar tidak membawa pulang hewan tersebut.
!break!"Saya mencoba membatasi kontak dengan hewan yang diselamatkan," jelas Harrison, "karena kecanduan saya bisa kambuh kapan saja." Negara bagian Ohio menjadi pusat ajang perdebatan kepemilikan hewan eksotis, berikut alasannya: Pada Oktober 2011, di luar kota Zanesville, di Muskingum County, seorang pria bernama Terry Thompson melepaskan 50 hewan liar, termasuk singa dan harimau, dari kandangnya sebelum melakukan bunuh diri. Polisi setempat terpaksa menembak sebagian besar hewan tersebut, yang masuk ke jalan raya, berkeliaran di permukiman, dan membahayakan keselamatan masyarakat.
Sebelum insiden Zanesville, Ohio adalah salah satu dari segelintir negara bagian yang tidak mewajibkan izin untuk memelihara hewan liar atau eksotis. Tragedi Zanesville menyadarkan warga Ohio. Sebagai tanggapan atas protes terhadap banyaknya bangkai hewan yang bergelimpangan di dekat rumah Thompson, gubernur Ohio menurunkan perintah untuk menindak tegas lelang hewan tanpa izin. Negara bagian itu sekarang mewajibkan pemilik "binatang eksotis yang berbahaya" untuk memiliki izin, menanam microchip pada hewan peliharaannya, berkonsultasi dengan dokter hewan secara berkala, serta membeli asuransi. "Saya tidak mampu membeli asuransi," kata Flores, jadi dia menyerahkan macannya ke suaka terakreditasi, persis seperti yang diinginkan pihak pemerintah. "Hewan-hewan tersebut memang indah, tetapi jangan salah menduga," kata Flores, "saya cukup waras untuk tidak pernah masuk ke dalam kandangnya. Paling cuma mengelusnya melalui jeruji. Itu saja."
Sheriff Matthew Lutz adalah orang yang memerintahkan untuk menembak hewan buas yang dilepaskan dari kandangnya oleh Thompson itu. Insiden itu terus menghantuinya. Dia bergabung dengan aktivis hak binatang yang melobi selama bertahun-tahun, tetapi belum membuahkan hasil sejauh ini, agar disusun hukum federal yang melarang kepemilikan dan penangkaran macan kecuali oleh kebun binatang dan fasilitas terdaftar lainnya.
Sebagaimana halnya Rush, banyak pemilik hewan peliharaan eksotis dan penangkar perorangan yang menyatakan bahwa mereka terdorong oleh keinginan untuk melestarikan dan melindungi spesies langka. "Perubahan iklim dan pertumbuhan populasi manusia bisa memunahkan suatu spesies dalam waktu singkat, jadi adanya populasi cadangan merupakan gagasan yang bagus," kata Lynn Culver, penangkar macan swasta dan direktur eksekutif Feline Conservation Federation yang berpendapat bahwa "semua orang yang mampu memelihara hewan dengan baik semestinya diperbolehkan melakukannya."
Tetapi kelompok advokasi seperti Born Free USA dan World Wildlife Fund menyatakan bahwa penangkaran satwa langka oleh pribadi—baik untuk tujuan komersial, konservasi, maupun pendidikan—hanya melanggengkan pasar hewan eksotis yang menggiurkan. Dan hal itu, pada akhirnya, menimbulkan risiko yang lebih besar bagi hewan yang masih hidup di habitat alaminya. Upaya pelestarian harus terfokus pada perlindungan hewan di alam liar, tegas mereka, bukan melestarikan hewan hasil perkawinan sedarah yang ada di kebun binatang pribadi.
!break!Jika undang-undang federal disahkan, pelanggar bisa dikenai hukuman denda dan penjara, serta penyitaan hewan peliharaan. Hal itu menyulut kemarahan sebagian pemilik hewan eksotis, yang berpendapat bahwa jumlah insiden yang ditimbulkan hewan peliharaan eksotis sangat kecil jika dibandingkan dengan jumlah orang yang masuk ruang gawat darurat akibat gigitan anjing setiap tahun. "Melarang kepemilikan satwa liar hanya akan meningkatkan jumlah hewan eksotis ilegal yang beredar," kata Zuzana Kukol, yang ikut mendirikan REXANO (Responsible Exotic Animal Ownership) untuk menentang larangan kepemilikan atau penggunaan hewan oleh pribadi.
"Larangan semacam itu tidak akan berhasil. Lihat saja apa yang terjadi pada larangan alkohol dan pelacuran." Kukol dan pendiri lainnya Scott Shoemaker tinggal di lahan seluas 1,5 hektare sekitar satu jam perjalanan dari Death Valley, di negara bagian Nevada. Mereka memiliki dua bobcat, dua singa Afrika, dua puma, empat harimau, satu serval, dan satu ocelot. Mereka berargumen bahwa kepemilikan satwa liar selalu ada sepanjang sejarah dan di semua budaya—"oleh penguasa, raja, biksu, kaum pengembara, dan petani"—dan menekankan bahwa sebagian besar pemilik saat ini memperlakukan hewan dengan baik dan menjaganya agar tidak mencelakai orang.
Ketika membicarakan soal risiko dan penanganannya, pendapatnya sangat jelas: "Saya mending mati dibunuh singa daripada ditabrak pengemudi mabuk." Masyarakat setempat, termasuk petani, menyumbangkan sapi dan kuda mereka yang sakit kepada pasangan ini. Shoemaker membunuhnya dengan tembakan ke kepala, lalu memotong-motongnya dan memberikannya kepada kawanan hewan tersebut, termasuk hewan kesayangan Kukol, singa jantan Afrika yang bernama Bam Bam.
Kukol memang selalu lebih menyukai hewan daripada manusia. "Sejak masih kecil, saya ingin selalu berada di tengah binatang," katanya. "Saya juga tidak ingin menjadi seorang ibu." Harus diakui bahwa bahkan di negara bagian tempat kepemilikan satwa liar jelas-jelas dilarang pun, hukum tersebut tidak ditegakkan dengan baik. Pasar hewan eksotis sangat ramai sehingga agak keliru kalau disebut kegiatan bawah tanah. "Yang terparah adalah kebun binatang harimau yang menghasilkan 200 anak harimau setiap tahun sehingga semua orang dapat berfoto bersamanya," kata Carole Baskin dari Big Cat Rescue, salah satu suaka terakreditasi.
!break!Pada lelang nan ramai yang diadakan di lapangan tanah atau tempat parkir beraspal, pelelang mengangkat tengkuk anak harimau menggemaskan atau menampilkan simpanse kecil bertopi bisbol dan T- shirt yang bertuliskan, "Saya (♥) kamu." Sayangnya orang tidak menyadari bahwa anak harimau menggemaskan tersebut akan tumbuh dengan cepat dan tidak bisa menjadi hewan peliharaan keluarga lagi, dan akhirnya dikurung dalam kandang kawat. Peternak rumahan inilah yang menurut Tim Harrison paling sering berlaku kejam terhadap hewan liar.
Dia pernah menghadiri lelang tempat kandang ditaruh bertumpukan, isinya puma dan macan lainnya, sebagian besar masih bayi; tenda semacam itu penuh dengan orang berkantong tebal; ular dan primata dijual seharga puluhan juta rupiah. Tempat parkir dipenuhi segala jenis kendaraan dari Cadillac kinclong hingga truk berkarat, orang-orang berkerumun untuk melihat dan menyentuh. Para penangkar berdiri untuk meraup miliaran rupiah melalui lelang.
Mereka melatih juru lelang mereka—makelar—untuk memberi tahu calon pembeli bahwa hewan mereka, biasanya masih bayi, tidak berbahaya, dan memang benar. "Masalahnya baru muncul," kata Harrison, "ketika hewan itu mencapai kematangan seksual dan naluri predator alaminya muncul." Ingat Michelle Berk dan kinkajounya? Sebagaimana banyak cerita hewan liar lainnya, kisah Winnie pun berakhir menyedihkan.
Selama bertahun-tahun kinkajou itu hidup damai bersama Berk, tetapi ketika masa suburnya tiba, perilakunya berubah. Dia berusaha menggigit ekornya sendiri, sementara Berk dan keluarganya melindungi diri sambil berusaha menghentikan kinkajou itu melukai dirinya sendiri. Setelah kejadian itu Berk menyerahkan Winnie ke suaka margasatwa. "Rasanya seperti kehilangan anak. Dia selalu kami anggap sebagai bayi kami. Sekarang dia pindah ke tempat dia bisa menjadi kinkajou seutuhnya," kata Berk, yang tampaknya sudah menerima keputusan tersebut.
!break!"Saya kini menyadari bahwa Winnie tidak pernah benar-benar membutuhkan kami. Dia tidak perlu menjadi hewan peliharaan kami. Dia tidak perlu dikurung. Kami memeliharanya karena kami yang membutuhkannya." Jadi, memang bahwa saat masih bayi hewan tidak berbahaya, tetapi tidak berarti dia akan jinak selamanya. Di antara semua mamalia darat besar yang ada di planet ini, hanya belasan yang berhasil dijinakkan.
Mau sedekat atau sebiasa apa pun hewan liar dengan kehadiran manusia, naluri liarnya masih tetap ada. Argumen menentang kepemilikan hewan peliharaan eksotis yang biasa digunakan pendukung hak hewan adalah bahaya makhluk tersebut terhadap manusia; sementara pemilik hewan liar menekankan hak kebebasan berkehendak, termasuk untuk memiliki hewan eksotis. Perdebatan terus berlarut, tetapi yang biasanya luput dibahas adalah apa yang terbaik bagi hewan yang dibicarakan. Andai saja kita dapat melihat masalah ini dari sudut pandang hewan tersebut.
Namun, mungkin kita hanya perlu melihat lebih dekat contoh kepemilikan satwa liar yang dianggap paling bertanggung jawab dengan mata kepala sendiri. Sekarang kita kembali ke peternakan milik Leslie-Ann Rush, kanguru masih tertidur bermandi sinar matahari, babi masih menyungkur tanah, pohon pepaya berbuah lebat. Dalam segala hal pekerjaan Rush sungguh mengagumkan. Kandang hewannya selalu bersih. Meskipun membutuhkan biaya besar, semua hewan tersebut hidup berkecukupan.
Dia berkomitmen penuh dan, lebih dari itu, berhasil membangun kehidupan yang membahagiakannya, komunitas makhluk hidup yang saling bergantung, dan ini bukan hal gampang. Seperti kebanyakan pemilik hewan eksotis yang saya wawancarai, Rush tidak percaya bahwa hewan tersebut dapat membahayakan dirinya atau orang lain. "Tidak ada hewan pemangsa di sini," katanya. "Saya bukan pemilik hewan liar semacam itu."
Namun, mungkin masalahnya bukan bahaya terhadap manusia. Seekor kelinci berlari melintasi halaman, pendatang baru, atau mungkin baru terlihat. Babi buncit mengendus dan mendengus. Seekor kanguru dengan malas membuka sebelah mata lalu menutupnya dan tidur lagi. Hanya seekor kanguru paling muda yang tidak tidur, dan tiba-tiba dia terlihat siaga. Telinganya mengarah ke depan dan matanya terlihat memperhatikan sang kelinci. Setelah berdiri dengan kaki belakangnya, dia mengendus kulit totol sang babi yang berjalan melewatinya, kemudian melompat ke belakang sang babi, merendahkan hidungnya untuk mengendus bau dubur babi tersebut.
!break!Sang babi berbalik dan menggeram. Kanguru termuda yang belum dikebiri ini tampaknya tidak memahami arti geraman tersebut—sangat dimaklumi, mengingat dia diajari untuk memahami bahasa manusia bukan bahasa hewan—dan terus mengejar sang babi, yang berlari semakin kencang. Kanguru itu mengejar dengan semakin bersemangat, mencoba membuahi sang babi. "Lihat!" kata Rush. "Mereka bermain!" Tapi kedua hewan itu tidak terlihat seperti sedang bermain. Geraman babi semakin garang.
Tiba-tiba, di kandang yang terlihat damai itu, terlihat serangkaian kesalahpahaman. Meskipun bagi saya jelas bahwa kanguru itu berusaha mengawini sang babi, Rush kemudian memberi tahu saya bahwa itu cuma cara si kanguru untuk menunjukkan perhatian. Yang mana pun yang sebenarnya terjadi, sang babi jelas tidak menyukai hal tersebut dan kabur secepatnya dengan kaki pendeknya. Tentu saja kanguru tidak dapat membuahi babi buncit Vietnam. Namun di sini, di dalam kandang kawat ini, terjadi perubahan tatanan alam.
Adam Roberts dari Born Free USA mengatakan misi organisasinya adalah untuk melestarikan margasatwa di alam liar, tempatnya yang seharusnya. Ketika manusia menjadikan hewan yang seharusnya liar sebagai peliharaan, kita mengubahnya menjadi sesuatu yang liar tidak jinak pun tidak, sesuatu yang tidak punya tempat di alam ini. Dalam buku anak terkenal Where the Wild Things Are, seorang bocah berlayar ke sebuah pulau tempat dia menari bersama monster yang tercipta dari imajinasinya. Pada akhirnya yang kita pelajari dari kepemilikan hewan peliharaan eksotis adalah bahwa ketika kita memindahkan hewan liar dari alamnya, kita menghilangkan sifat sejatinya dan menggantinya dengan fantasi—fantasi milik kita, manusia, makhluk yang paling jinak sekaligus paling liar di dunia.
[keterangan gambar-h.99] Pada 2011 Terry Thompson melepaskan 50 hewan peliharaan eksotisnya dari kandang lalu bunuh diri. Polisi menembak mati hewan tersebut di luar kota Zanesville, Ohio. Pada saat itu Ohio belum mewajibkan izin untuk kepemilikan hewan peliharaan eksotis.
---
Lauren Slater adalah penulis The $60,000 Dog: My Life With Animals. Vince Musi sering memotret hewan, baik peliharaan maupun di alam liar.
Penulis | : | |
Editor | : | Administrator |
KOMENTAR