“Ngoong...ngoong... ngoooong,” lengkingan keras tak henti memekakkan. Lalu, seorang pria memberikan aba-aba.
Lelaki tadi berperawakan tambun dan berkepala plontos. Lewat tangannya yang sudah bercampur lumpur, ia mengisyaratkan cara terbaik untuk bisa terlepas dari perangkap lumpur. Jalan yang lebih layak disebut parit itu memang menjebak siapa saja yang berani mengangkanginya.
Apabila salah mengambil langkah, buntutnya jip kami akan terbalik. Lengkingan itu mulai meraung kembali, menggetarkan dahan-dahan pohon pinus yang basah. Suaranya menggema melewati lembah, menembus kabut yang perlahan turun menjilat belantara.
“Ngooooong....ngooooong....ngooooong,” deru panjang itu perlahan meredup. Lalu, “braaaaaak!”
Seketika suasana yang tadinya riuh berganti hening.
Pria tadi mengikatkan tali-temali. Beberapa orang di tepi parit telah bersiap mengikuti aba-aba. Dalam waktu kurang dari sepuluh menit, Toyota Fortuner berbendera Belanda itu kembali tegak.
Di balik ruang kendali, sosok lelaki bertubuh kecil dengan rambut panjang yang penuh uban itu terkekeh. Dia berhasil membawa jipnya menyelesaikan ujian pertama menuju puncak Gunung Popok, Jawa Tengah. Namanya, Herman Harsoyo.
Di kabin kendaraan, Herman ditemani pendampingnya Eru. Turut bersama mereka, Frederik Marinus Krijgsman, jurnalis asing yang sudah berkeliling dunia untuk mengabadikan kegiatan otomotif ekstrem. Mereka sudah kawakan dan lama malang-melintang sebagai satu tim off-road.
Saya sedang mengikuti Indonesia Off-road Expedition (IOX) 2016. Inilah perjalanan menyusuri belantara Jawa hingga Bali sejauh 1.977 kilometer ini diikuti oleh 115 mobil selama 16 hari. Syamsir Alam yang bertindak sebagai leader dalam perjalanan ini akan membawa peserta menjelajah Magelang –Selman–Klaten–Sukoharjo–Wonogiri–Ponorogo–Trenggalek –Tulungagung–Blitar–Malang– Lumajang–Jember –Banyuwangi. Kemudian menyeberang dengan kapal, dan berlanjut hingga Badung di tanah para dewata.
Saya menumpang jip yang baru disiapkan secara mendadak beberapa minggu sebelum perjalanan. Pada hari pertama, mobil ini harus melipir tak masuk ke dalam jalur sebagaimana mestinya. Pasalnya, setelah dilepas dari titik awal di Keraton Yogyakarta oleh Kepala Badan Narkotika Nasional, Budi Waseso, kami tertinggal rombongan yang melaju dengan semangat menggebu-gebu. Mobil buatan Amerika ini belum dibekali road book dan GPS untuk navigator. Alhasil, kami menggunakan aplikasi penunjuk arah yang terinstal di gawai.
Celakanya, aplikasi gawai ini membuat kami terlempar jauh dari rute yang seharusnya. Kami justru melewati jalur umum yang biasanya digunakan para wisatawan. “Ya sudah, hari ini kita menikmati kopi dulu dibanding menikmati trek,” ujar Elung, pengemudi sekaligus pemilik mobil yang saya tumpangi. “Masih ada 15 hari perjalanan lagi yang akan ditempuh,” tambahnya.
Kami menyelesaikan perjalanan hari pertama dalam waktu singkat dan hambar. Akhir dari perjalanan hari ini adalah pelataran padang rumput yang akan dijadikan tempat bermalam. Letaknya masih di dalam komplek Candi Borobudur, salah satu candi Buddha tertua yang menjadi kebanggaan Indonesia. Beberapa mobil logistik milik tim off-road sudah tiba terlebih dahulu di tempat ini.
Penulis | : | |
Editor | : | Administrator |
KOMENTAR