Jika pemerintah tak bisa diandalkan, akademisi dan industri dapat bekerja sama secara mandiri membangun inovasi.
Saat ini, hubungan antara akademisi, pelaku bisnis, dan pemerintah dianggap sudah amburadul. Idealnya, perbaikan dimulai dari pemerintah sebagai pembuat kebijakan. "Namun, sering kali kebijakan berubah ketika menterinya berganti," kata dosen dan peneliti Newcastle University Business School, Inggris, Dessy Irawati, kepada Kompas.com di tengah-tenah Pertemuan Puncak Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional 2010 di Jakarta pekan lalu.
Juliana Sutanto, asisten profesor bidang manajemen sistem informasi Eidgenössische Technische Hochschule (Institut Teknologi Federal Swiss) Zürich, Swiss, menambahkan, banyak regulasi pemerintah justru menghambat proses tumbuhnya inovasi. Beberapa di antaranya berupa batasan satu dosen hanya boleh memublikasikan satu jurnal per semester. Ia juga mengeluhkan sulitnya mendatangkan alat penelitian dari negara lain.
Karena nyaris tidak mungkin mengandalkan pemerintah, komunikasi terbuka antara industri dan akademisi perlu lebih sering dilakukan. Industri mengutarakan kebutuhannya, sedangkan akademisi menawarkan sumber daya dan kemampuan yang dimiliki. Demikian para ilmuwan menyimpulkan.
Melihat industri yang masuk ke indonesia rata-rata lebih fokus ke produksi tanpa membawa penelitian dan pengembangan, perguruan tinggi dapat menawarkan riset yang memberikan hasil yang cepat.
Muhamad Reza, peneliti teknologi energi di perusahaan raksasa Swedia ABB, mengatakan, tantangan yang ada saat ini adalah membangun keselarasan antara perguruan tinggi dan industri. (Tri Wahono)
REKOMENDASI HARI INI
Limbah Pangan Menggunung, Perut Kosong tak Kunjung Terisi
KOMENTAR