"Hasil ini memberikan wawasan baru pada sejarah genetik Pleistosen Akhir dari ketiga spesies ini dan menunjukan bahwa pengurutan [DNA] dari endapan lumpur dapat menghasilkan informasi genom tentang manusia purba dan hubunga filogenetik, meski tanpa metode pengayaan target," tulis tim peneliti dalam laporan mereka, seperti dilansir Eurekalert.
Seperti diketahui, selama ini pemulihan DNA purba biasanya sangat bergantung pada kerangka dan keberuntungan. Pertama, kita butuh kerangka yang mampu bertahan hingga ribuan tahun dan tetap dapat melestarikan kandungan DNA di dalamnya.
Selanjutnya, kita harus menemukannya dan memulihkan materi genetik yang terdapat di kerangka tersebut untuk dilakukan pengurutan DNA. Sebuah pekerjaan melelahkan untuk mengisi celah dalam sejarah evolusi, tidak hanya manusia tapi juga kehidupan lainnya.
Namun, banyak situs arkeologi memiliki lebih banyak bukti penggunaan peninggalan hominid -makhluk mirip manusia- daripada kerangka. Gua Satsurblia di Georgia adalah satu situs tersebut. Gua tersebut telah digunakan oleh manusia purba selama ribuan tahun. Ada banyak artefak seperti alat-alat batu yang bertahan selama ribuan tahun dibandingkan kerangka hominidnya.
Baca Juga: Gua Meksiko Berusia 30.000 Tahun yang Berada di Wilayah Kartel Narkoba
Meski demikian, hingga saat ini hanya ada satu genom individu dari situs tersebut yang pernah diurutkan. DNA tersebut milik manusia yang hidup 15.000 tahun yang lalu.
Oleh karena itu, DNA lingkungan yang dapat terawetkan dalam sedimen, nampak seperti cara terbaik untuk mempelajari lebih lanjut tentang masa lalu. DNA yang tersimpan seperti di kotoran, atau fragmen tulang yang telah hancur menjadi debu.
Pada penelitian tersebut, tim ilmuwan yang dipimpin oleh ahli biologi evolusi Pere Gelabert dan arkeolog Ron Pinhasi pergi mencari DNA lingkungan di gua Satsurblia. Tim kemudian memperoleh enam sampel tanah dan dengan hati-hati menyaringnya, mencari jejak materi genetik.
Tim kemudian menemukannya dalam bentuk DNA mitokondria, terpecah-pecah dan tidak lengkap. Tapi setelah disatukan dengan susah payah, cukup untuk menghasilkan informasi baru tentang populasi yang pernah menghuni wilayah tersebut.
Baca Juga: Mengenal Gua Theopetra Yunani, Jadi Bangunan Tertua di Dunia
Source | : | Science Alert,current biology |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR