Gempa berkekuatan 9 Skala Richter yang mengguncang Jepang (11/3) menghasilkan gelombang seismik yang sangat kuat. Aliran es di wilayah kutub selatan (Antartika) pun mengalami perubahan.
Adalah Jake Walter dari University of California, Santa Cruz, bersama koleganya yang mendapati fenomena tersebut. Mereka berdua sejak tahun 2007 memonitor pergerakan gletser es secara jarak jauh dari California dengan menggunakan GPS yang berada di stasiun lapangan di atas beting es.
Ketika sedang melakukan pengamatan pada Minggu (14/3), mereka melihat aliran es Whillans di Antartika Barat berubah menjadi lebih cepat sebanyak dua kali dalam satu hari pada peristiwa pergeseran yang berlangsung selama 30 menit. Mereka pun segera menyadari peristiwa pergeseran sebelumnya terjadi lebih cepat dari biasanya.
Analisis lebih lanjut terhadap peristiwa itu menunjukkan, peristiwa pergeseran pertama yang lebih cepat dari biasanya itu terjadi tepat ketika gelombang seismik permukaan yang berasal dari gempa bumi yang terjadi di Jepang menghantam Antartika. Kejadian itu juga menyebabkan aliran es Whillans bergeser sekitar satu meter.
Gempa bumi besar memang kerap menghasilkan gelombang seismik yang terus berjalan mengelilingi bumi sebelum akhirnya melemah. "Gempa bumi Chili yang terjadi tahun lalu pun berdampak serupa pada aliran es Whillans," kata Walter kepada New Scientist.
Aliran es Whillans merupakan saluran es dari Beting Es Antartika Barat (West Antarctic Ice Sheet) ke Padang Es Ross (Ross Ice Shelf). Pada saat normal gletser itu bergerak dengan kecepatan sekitar satu meter per hari. Namun saat peristiwa pergeseran terjadi, gletser tersebut bisa bergerak hampir setengah meter sekaligus. Pergeseran mendadak berkaitan erat dengan arus dan cukup kuat untuk menghasilkan gelombang seismik yang dapat terekam oleh stasiun pengamatan di Kutub Selatan dan Lembah Kering Antartika.
Sumber: New Scientist
PROMOTED CONTENT
REKOMENDASI HARI INI
Monster Mitologi Yunani Medusa Jadi Simbol Pemberdayaan Perempuan
KOMENTAR