Tiga mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta menciptakan alat penjernih dan penyaring kapur dari bahan alami, yang disebut water filler system.
Penelitian Etik Trisnawati, Tri Sulis Setyawati, dan Teguh Budiono ini dilakukan di salah satu kecamatan Gunungkidul, Playen yang terkenal sebagai daerah kapur dan minim air bersih. Saat musim kemarau, persediaan air minum menurun dan menyebabkan kapur terangkat hingga membuat air mengandung kapur dan keruh.
Etik menjelaskan zat kapur akan berbahaya bagi tubuh bila dikonsumsi manusia. Fenomena ini benar terjadi salah satunya di daerah Ngunut, Playen, Gunungkidul, bahwa penduduk sering mengeluh sakit nyeri pinggang atau punggung.
"Kandungan zat kapur yang masih dalam standar kelayakan air minum maksimal 500 mili/gram. Bila dikonsumsi berlebih dalam jangka lama, dan melebihi standar kelayakan air minum,akan terjadi penumpukan zat kapur dalam tubuh," katanya. Ia menambahkan, penumpukan zat kapur bisa menyebabkan nyeri, pendarahan, penyumbatan aliran kencing, dan lainnya.
Cara kerja alat ini adalah air dari sumur diambil melalui pompa air dan masuk penampung pertama yang berisi filter berupa batu kerikil, pasir beton, dan biji kelor. Kemudian air akan masuk penampungan kedua, dengan angka kesadahan yang telah mengecil dengan melewati penyaring karbon aktif, mangan zeloit dan pasir silika.
Dalam penampungan ketiga, terdapat sebuah pemanas yang dihubungkan dengan arus listrik yang akan menghasilkan panas dan mendidihkan air. Dalam proses tersebut kandungan kapur akan dalam air akan terpisah dan air pun layak dikonsumsi.
Penulis | : | |
Editor | : | Bambang Priyo Jatmiko |
KOMENTAR