Sebagai negara yang paling terkena dampak perubahan iklim, negara-negara miskin yang tergabung dalam The Least Developed Countries (LDCs), mendesak munculnya kesepakatan dari Kerangka Konvensi Perubahan Iklim Persatuan Bangsa-bangsa (PBB). Konvensi yang berlangsung dari tanggal 14-25 Mei 2012 di Bonn, Jerman, ini harus menelurkan kesepakatan yang bersifat mengikat dan siap diadopsi pemerintahan negara-negara di dunia di tahun 2015.
LDCs yang terdiri dari 33 negara di Afrika, 14 negara di Asia Pasifik, dan satu negara di Benua Amerika, meminta agar kesepakatan itu nantinya berwujud protokol baru. Tapi harus sesuai dengan komitmen Protokol Kyoto yang ditandatangani pada tahun 1997.
"Para pihak harus menyepakati peraturan yang mengadopsi Protokol dengan suara mayoritas sebanyak 75 persen. Bukannya berdasarkan konsensus," ujar pernyataan LDCs yang dikeluarkan International Institute for Environment and Development (IIED), Senin (14/5).
Selain itu diminta pula agar negosiasi terakhir dari kesepakatan ini harus ada setahun sebelum tenggat waktu 2015. LDCs juga meminta munculnya ambisi lebih untuk mengurangi perubahan iklim sebelum tahun 2020. Hal ini bahkan didesak untuk jadi prioritas utama.
Protokol baru yang akan disusun nanti, diharapkan juga memiliki tujuan, penuh dengan implementasi mitigasi, dan adaptasi di antara sesama negara. "Negara kami tidak dapat menunggu lagi. Kami sudah merasakan dampak perubahan iklim," ujar Ketua dari grup LDCs, Pa Ousman Jarju. "Sudah saatnya bagi kami untuk jadi pemimpin di usaha bersama untuk mengatasi perubahan global ini."
Selain desakan munculnya kesepakatan, LDCs juga menawarkan cara baru dalam konvensi tersebut agar bisa menghasilkan negosiasi yang cepat dan berimbang.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Semarang, Nazar Nurdin |
KOMENTAR