Tahun ini, sudah sekitar 300 badak mati dibunuh di seluruh Afrika Selatan. Angka ini di luar total 448 ekor badak yang dibunuh pada tahun 2011. Padahal, Afrika Selatan merupakan rumah bagi sekitar dua pertiga dari 20 ribu ekor badak putih yang tersisa di dunia dan 4.800 ekor badak hitam yang sangat terancam punah.
Meningkatnya angka pembunuhan badak tersebut disebabkan oleh tingginya permintaan di pasar gelap atas cula badak. Cula badak yang sebenarnya terbuat dari bahan yang sama dengan kuku manusia tersebut biasa diselundupkan ke Asia, di mana mereka digunakan sebagai obat-obatan tradisional, yang dari penelitian ilmiah terbukti tidak ada kandungan medis apapun di dalamnya.
"Yang jadi masalah, sepertiga dari jumlah badak yang dibunuh itu sedang hamil atau seekor badak betina yang tengah memiliki anak kecil,” kata Karen Trendler, seorang konservasionis pemerhati badak.
“Sedihnya, akibat pembunuhan tersebut, banyak anak-anak badak yang menjadi yatim piatu dan kami khawatir akan kelangsungan hidup anak badak tersebut dan menganggap perlu adanya perawatan khusus,” ucapnya.
Untuk itu, kata Trendler, yang biasa dipanggil dengan “Mama Rhino” karena telah membesarkan sekitar 200 ekor anak badak selama lebih dari dua dekade terakhir, dalam waktu dekat akan tersedia panti asuhan khusus anak badak yatim piatu. Panti ini akan menjaga para anak badak dan menyediakan perawatan yang mereka butuhkan.
Entabeni Safari Conservancy, nama rumah yatim piatu tersebut, merupakan lembaga non profit yang disponsori oleh sebuah perusahaan pariwisata Swiss yang kerap mengajak turis untuk melihat hewan raksasa terkenal di Afrika Selatan itu. Lokasinya di kawasan kaki pegunungan, di tengah-tengah sabana di dekat kota Mokopane, sekitar 250 kilometer arah utara Pretoria.
Setelah panti asuhan ini rampung dibangun, sekitar pertengahan September ini, fasilitas itu akan mampu menampung antara 25 sampai 30 ekor anak badak. Panti tersebut akan memiliki empat ruangan perawatan dan satu ruangan perawatan intensif di mana anak badak yang sakit akan mendapatkan perhatian 24 jam dan perawatan di inkubator.
“Setelah mereka beranjak dewasa, kami akan melepas mereka di kawasan yang lebih luas sampai mereka berusia sekitar dua setengah sampai tiga tahun. Setelah itu, mereka akan dilepas kembali ke alam bebas,” ucap Arrie van Deventer, Conservation Manager Entabeni Safari Conservancy.
Van Deventer menyebutkan, jika kontak dengan manusia tidak banyak, badak-badak ini akan mampu beradaptasi dengan alam bebas. “Di fasilitas ini, kontak dengan manusia hanyalah dengan para perawat. Jika badak tersebut sudah dilepas, ia tidak akan melihat si perawatnya itu lagi,” ucapnya.
“Dua ekor badak dewasa, Mike dan Nanna, akan bertindak sebagai ‘orang tua angkat’ untuk mengajarkan badak-badak tersebut bagaimana caranya menjadi badak,” ucap van Deventer.
Turis yang akan mengunjungi resort ini juga tidak akan diperkenankan untuk melihat para badak yang ada di pusat rehabilitasi. Para peneliti akademik juga akan melewati tahapan ujian yang sangat ketat sebelum diperkenankan untuk melakukan studi atas hewan yang bersangkutan. Motto tak resmi panti asuhan itu sendiri adalah "No tourism, no commercialism."
Penulis | : | |
Editor | : | Deliusno |
KOMENTAR