Setiap harinya sekitar 3.000 telur penyu aneka jenis terjual di lapak-lapak sepanjang pantai di Kota Padang, Sumatra Barat. Telur penyu seukuran bola pingpong terlihat mencolok diletakkan dalam kantong plastik transparan di meja warung.
Telur penyu termasuk dalam Appendiks I Konvensi Internasional untuk Perdagangan Spesies Fauna dan Flora Langka (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora/CITES) kategori terancam punah.
Aktivitas penjualan telur penyu secara bebas dan terbuka di pantai-pantai Padang ini terus dilakukan. Meski para pedagang telah mengetahui bahwa perdagangan tersebut dilarang.
Salah satu contoh adalah kawasan Pantai Muaro. Lokasi ini sudah menjadi pasar regional perdagangan telur penyu sejak tahun 1942. Berawal dari warga yang berada di pinggir pantai sore-sore dan mencari telur penyu. Lama-kelamaan pasar terbentuk di tempat itu hingga saat ini.
Koordinator Pusat Informasi Data dan Penyu Sumatra Barat dari Universitas Bung Hatta Harfiandri Damanhuri mengatakan, eksploitasi telur penyu di Sumatra Barat semakin tinggi tiap tahun. Ia menyayangkan Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Barat belum tegas mengambil tindakan dalam melindungi penyu.
Diakui Harfiandri, perdagangan telur penyu yang dilakukan secara terang-terangan di Padang masih menjadi sebuah ancaman terhadap upaya konservasi lingkungan.
Menurut Balai Kantor Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat, kendala utama penertiban perdagangan telur penyu di wilayah Padang yaitu belum ada alternatif sumber perekonomian bagi para pedagang telur penyu.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR