Gubernur Sumatra Selatan meminta bantuan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) untuk segera menurunkan hujan buatan. Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) ini mulai dilaksanakan 7 Oktober 2012 dan akan berlangsung selama 15 hari.
Titik api di Sumatra Selatan pada 4 Oktober berjumlah 5.760 titik yang terkonsentrasi di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Ogan Ilir, OKU Timur, Banyiasin, Muara Enim, dan Musi Banyuasin.
"Setiap tahun, selalu terjadi kabut asap," kata Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Yulizar Dinoto pada melakukan persiapan di lapangan. Tahap awal hujan buatan akan dilakukan di Kabupaten Ogan Komering Ilir yang sulit dijangkau dengan jalur darat.
Heru Widodo, Kepala UPT-HB BPPT, mengharapkan hujan buatan ini membantu memadamkan beberapa titik api dan menipiskan kabut asap. Sehingga jarak pandang kembali membaik selain mencegah gangguan kesehatan dan aktivitas penerbangan udara.
Hujan buatan yang lebih deras, menurut Heru, diperlukan di daerah gambut yang terbakar. "Rata-rata sekali penerbangan, kami akan membata 800 kilogram hingga satu ton bahan semai. Penerbangan rata-rata dilakukan sebanyak dua kali sehingga kami akan membawa sekitar dua ton," tuturnya.
Pada beberapa hari terakhir, Sumatra Selatan sudah mulai diguyur hujan alami. Meski demikian, hujan buatan tetap dilaksanakan dengan harapan ketika program hujan buatan selesai, Sumatra Selatan sudah memasuki musim hujan.
Hujan buatan dirancang dengan memodifikasi proses tumbukan dan penggabungan butir air dalam awan. Proses tumbukan dan penggabungan tersebut dipercepat dengan Teknologi Modifikasi Cuaca. Meskipun demikian, seperti dikatakan oleh Direktur Tanggap Darurat BNPB Tri Budiarto, hujan buatan bukan satu-satunya obat mujarab untuk mematikan api. "Sebelumnya, pemadaman sudah diinstruksikan lewat jalur darat," katanya.
Gubernur Sumatra Selatan H. Alex Noerdin mengharapkan tim dapat melaksanakan tugas dengan baik sehingga operasi berjalan dengan baik.
Penulis | : | |
Editor | : | Administrator |
KOMENTAR