Jawa Barat memiliki zona merah rawan longsor nomor satu di Indonesia, dengan kondisi geografis yang rata-rata berbukit dan lembah. Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) mencatat sudah terjadi 18 bencana alam longsor di Provinsi Jawa Barat sejak awal tahun sampai dengan Maret 2013.
Pada hari Senin (25/3) lalu, longsor terjadi di Kampung Nagrok, Desa Mukapayung, Kecamatan Cililin, Kabupaten Bandung Barat akibat dipicu hujan lebat dan gempa berkekuatan 5,3 SR di barat daya Cianjur. Kepala PVMBG Surono mengatakan, lokasi tersebut memang amat berpotensi bencana timbunan longsor.
Sebagian besar lereng perbukitan ditanami dengan pola pertanian tanaman semusim. Pengolahan tanaman semusim menyebabkan tanah menjadi gembur sehingga air mudah meresap ke dalam tanah.
Ditambah lagi, tidak adanya tanaman berakar kuat untuk menahan struktur tanah. "Lalu tanah mengalami retakan-retakan, ketika hujan terisi air, dan menimbulkan longsor," terangnya saat meninjau langsung ke Desa Mukapayung, Selasa (26/3).
Sementara di bagian bawah bukit, terdapat tanah yang cukup keras dan berbatu. Di daerah ini warga mendirikan permukiman.
Upaya penanaman pohon keras di atas bukit, menurut Surono, tidak juga akan mengubah zona kerawanan tinggi ke zona rendah. Pohon hanya akan menghambat gerakan tanah, itu jika akar tunggangnya mampu menembus batu yang ada pada lapisan bawah. Ia merekomendasikan pemindahan pemukiman warga yang berada di dekat sana karena dapat terjadi longsor susulan.
"Idealnya memang dilakukan relokasi," ungkap Sutopo Purwo Nugroho dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), "Tapi ini sulit dilakukan karena terkait mata pencaharian dan sosial budaya masyarakat."
Di Indonesia, masih sering ditemui masyarakat yang tinggal di daerah rawan longsor, dari tingkat rawan sedang hingga yang tinggi. "Solusi relokasi, merupakan pilihan terakhir. Mereka ini, masyarakat yang tinggal di daerah rawan longsor, dalam keadaan terancam karena kemampuan antisipasi serta kemampuan memproteksi diri juga rendah," paparnya.
Sutopo menambah, sosialisasi masyarakat perlu diintensifkan. Peta risiko bencana longsor pun hendaknya dijadikan acuan dalam penataan ruang. Seluruh daerah rawan longsor sudah terpeta sejak 2004, lewat kerja sama antara PVMBG dengan Dinas Energi Sumber Daya Mineral. Dan sejak tahun 2010 peta tersebut sudah dilengkapi dengan data potensi longsor di pedesaan.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR