Tiap kali suatu kapal tenggelam ditemukan kembali, warisan harta karunnya yang selalu diburu dan dinilai triliunan rupiah. Padahal menurut Horst Liebner, peneliti sejarah maritim yang cukup sering mengkaji tentang arkeologi maritim Indonesia dari University of Leeds, peninggalan sejarah maritim yang justru bisa bernilai tinggi.
Ini disampaikan olehnya dalam paparan saat suatu acara diskusi bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan, awal April lalu. Arkeologi maritim dapat menarik turis untuk wisata bahari dengan sasaran para pelancong minat khusus yang ingin bertualang menyelami bangkai kapal (shipwreck diving).
Salah satunya yang sudah dikenal adalah di Tulamben, Bali. "Shipwreck dive berpotensi menciptakan pendapatan ekonomi dari wisata berkelanjutan. Tentu saja bila diteliti dengan baik, dipresentasikan dengan baik, serta dipelihara baik-baik. Misalnya dijadikan sebuah museum," sambungnya.
Tapi sebaliknya, bila menilai dari isi muatan kapal, seperti kapal yang membawa emas dan keramik —berapa banyak kapal-kapal tenggelam dengan bawaan muatan yang bernilai komersial hingga sekarang?
Liebner menjelaskan, peninggalan bangkai kapal kini rata-rata telah hancur. Sebagian ditemukan sudah membusuk ketika penyelamatan atau pengangkatan bangkai kapal. Jika ini sudah terjadi, maka nilainya sudah tidak berharga, apalagi untuk disebut dapat membayar hutang negara.
"Yang masih kita miliki adalah cerita sangat menarik yang terkandung di dalamnya. Potensial untuk dikembangkan wisata sejarah. Bangkai kapal juga lebih lengkap sebagai daya tarik turisme jika dimanfaatkan secara terintegrasi dengan kekayaan sumber daya lain, pantai alami, dan budaya kehidupan pesisir," kata Liebner.
Ia juga menyayangkan tidak ada upaya serius dari pihak pemerintah Indonesia untuk meneliti lebih jauh mengenai potensi bangkai kapal ini. Terlihat dari hampir nihilnya penelitian mendalam mengenai kondisi atau data situs-situs bangkai kapal tenggelam di Nusantara.
"Tanpa proteksi situs-situs ini akan kehilangan nilai, dan kita kehilangan jejak sejarahnya." Apalagi, ia menambahkan, bagaimana pun saat ini ekosistem bawah laut Indonesia mengalami kerusakan akibat penggunaan bahan peledak dan bahan racun dalam penangkapan ikan.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR