Puluhan ribu orang di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, menemui ajalnya ketika Gunung Tambora (2.850 meter) meletus dengan dahsyatnya pada 17 April 1815. Tambora, si gunung stratovolcano aktif, menghasilkan abu yang menutup sinaran batara selama beberapa hari.
Batu dan serpihan lain yang dimuntahkan Tambora, jatuh ke perairan sekitar dan mengakibatkan tsunami. Sebegitu hebatnya Tambora mengeluarkan isi Bumi pada 198 tahun lalu itu, membuat tingginya berkurang dari 4.267 meter menjadi hanya 2.743 meter.
Menurut catatan sejarah, sebelum tahun 1815, Tambora belum pernah menunjukkan gejala meletus. Namun, lima hari sebelum 17 April tahun tersebut, terlihat gejala bakal adanya letusan hebat.
Pada 10 April, dimulailah seri perdana dari erupsi Gunung Tambora dengan dikeluarkannya asap dan debu hingga ketinggian 32 kilometer menuju atmosfer. Dan, mencapai puncaknya pada 17 April dengan suara dentuman yang bisa terdengar hingga jarak ribuan kilometer.
Letusan Tambora juga mengakibatkan perubahan iklim, suhu, dan cuaca di penjuru dunia. Debu yang dikeluarkannya membuat temperatur menurun selama beberapa tahun pascaledakan. Tambora pula yang dituduh bertanggung jawab atas turunnya salju di New England pada musim panas tahun 1815.
Namun, paling menderita adalah para penduduk di Pulau Sumbawa. Beberapa bulan setelah Tambora bergejolak, sebanyak 80 ribu orang tewas karena gagal panen dan penyakit.
Dari Ekspedisi Cinci Api harian Kompas, tertera bahwa letusan Tambora adalah yang terkuat yang pernah tercatat dalam sejarah manusia modern. Magnitudo letusannya, berdasarkan Volcanic Explosivity Index (VEI), berada pada skala tujuh dari delapan. Satu-satunya yang mengalahkan letupan Tambora hanyalah letusan Gunung Toba (Sumatra Utara), sekitar 74.000 tahun lalu.
Ekspedisi Cincin Api juga mengutip laporan ahli botani Belanda, Junghuhn, dalam The Eruption of G Tambora in 1815. Dituliskannya bahwa empat tahun setelah letusan, sejauh mata memandang adalah batu apung. Pelayaran terhambat oleh batuan apung berukuran besar yang memenuhi lautan. Segala yang hidup telah punah. Bumi begitu mengerikan dan kosong. Laporan ini berdasarkan laporan Disterdijk yang datang ke Tambora pada 16 Agustus 1819 bersama The Dutch Residence of Bima.
Letusan Tambora pada 1815 itu membutanya dijuluki "Pompeii dari Timur", merujuk pada kota kuno di Italia yang terkubur abu dan debu akibat letusan Gunung Vesuvius.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Semarang, Nazar Nurdin |
KOMENTAR