"Setelah tersiarnya berita proklamasi berbahasa Inggris di Mesir, seluruh elemen di negeri tersebut menyambutnya dengan suka cita" tulis Prof. Dr. Budi Sulistiono, M. Hum., dalam jurnalnya yang berjudul Melunasi Janji Kemerdekaan: Perjuangan Pergerakan Pemuda dan Rakyat Indonesia dalam Perspektif Sejarah, terbitan 2013.
"Muhammad Nur Asyik dan Harun Nasution menjadi salah satu alumni Universitas Al-Azhar, Kairo yang turut berdiplomasi dengan Negara-Negara Timur Tengah, untuk mecari dukungan dan mengukuhkan kemerdekaan Republik Indonesia", tulisnya. "Para diplomat tersebut telah lama aktif di organisasi himpunan yang sudah ada sejak 1930. Himpunan tersebut bernama al-Jam'iyah al-Khairiyah li-Attalabah al-Azhariyah al-Jawiyah (Himpunan Kebhaktian Mahasiswa Al-Azhar Jawa)."
Seiring berjalannya waktu, himpunan tersebut berganti nama menjadi Perkumpulan Pelajar-Pelajar Indonesia-Malaya atau yang dikenal dengan PERPINDOM. Ia mengambil peran penting pasca tersiarnya berita kemerdekaan Republik Indonesia. Terdiri atas barisan pemuda Indonesia dan Malaysia, PERPINDOM jadi wadah bertukar pikiran dab pemecahan permasalahan.
Dari hasil diskusi yang dilakukan oleh para pemuda di Mesir, kemudian muncul langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mengukuhkan kemerdekaan, sekaligus mengecam tindakan Belanda yang kembali ke Indonesia.
Baca Juga: Dari KMB ke Pepera 1969, Sekelumit Kisah Sejarah Indonesia dan Papua
Para pemuda dengan dukungan dari Hasan Al-Banna dan ikhwanul muslimin di Mesir, mendorong sejumlah massa untuk turun ke jalan, memadati jalanan menuju kampus Fouad I. Mereka melakukan demonstrasi besar-besaran untuk mengecam tindakan Belanda yang kembali ke Indonesia, untuk melakukan Agresi Militer.
Sejumlah daerah kemudian terjadi pertempuran dahsyat seperti di Surabaya, Semarang, Bandung, Medan, dan beberapa daerah lain dalam melawan serangan pasukan Belanda dan sekutu. Para demonstran juga mengakhiri dengan shalat ghaib untuk mendo'akan para pejuang Indonesia yang tewas di medan perang.
Upaya untuk mendapatkan pengakuan kedaukatan secara de facto maupun de jure, dilakukan oleh para mahasiswa melalui diplomasi kepada pejabat-pejabat Mesir dan negara Arab. Upaya ini disebut oleh Prof. Budi sebagai "Gerakan Diplomasi Revolusi". Alhasil, dibentuklah Liga Arab untuk menghimpun kekuatan, yang terdiri dari negara-negara Timur Tengah dan sejumlah mahasiswa Al-Azhar di Alexandria, Mesir.
Baca Juga: 'Indonesia Dalem Api dan Bara': Kronik Kota Sampai Analisis Bahasanya
Mesir menjadi negara pertama di dunia yang secara resmi mengakui kedaulatan Indonesia pada 22 Maret 1946. Kuatnya dukungan Mesir dan Liga Arab, serta adanya bantuan dari Australia, turut mendorong semakin luasnya pengakuan kemerdekaan Indonesia di mata dunia. Mereka juga mendesak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) secara resmi mengumumkan dan mengakui kedaulatan Republik Indonesia.
Begitu juga peran para pemuda dalam PERPINDOM yang turut mengecam tindakan brutal sekutu melalui aksi demonstrasi besar-besaran, akhirnya ditanggapi oleh PBB. PBB mengamanatkan kepada Belanda dan sekutu untuk melakukan gencatan senjata dan mengakhiri Agresi Militer Belanda di Indonesia.
Sampai hari ini, di Mesir selalu diadakan upacara memperingati Kemerdekaan Indonesia. Muhammad Faishal Abdulrahman, salah satu mahasiswa di Universitas Al-Azhar, mengungkapkan, "Setiap 17 Agustus, di Mesir selalu diadakan upacara kemerdekaan Indonesia, biasanya diselenggarakan oleh KBRI Mesir, diikuti oleh para pejabat KBRI dan mahasiswa" pungkasnya kepada National Geographic Indonesia.
Baca Juga: Riwayat Perayaan Kue Bulan: Dari Dewi Chang'e Sampai Gus Dur
Source | : | google scholar |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR