Panda CLICK! merupakan program pengembangan kapasitas masyarakat lewat media fotografi. Panda adalah representasi simbol organisasi WWF, dan sementara ‘CLICK!’ merupakan singkatan dari Communication Learning Toward Innovative Change and Knowledge.
Program ini telah dikembangkan oleh WWF-Indonesia Program Kalimantan Barat sejak 2010, dengan dukungan dana dari warga Swiss yang disalurkan melalui WWF-Swiss. Dalam Program Panda CLICK! edisi Bunut Hilir, para peserta yang telah difasilitasi WWF-Indonesia, berhasil mendokumentasikan foto, 2.000 foto di antaranya terpilih untuk dipamerkan dan 346 foto dimuat dalam buku Crystal Eye.
Launching buku foto berisikan kumpulan karya masyarakat Heart of Borneo pada Kecamatan Bunut Hilir, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat ini berlangsung di Toko Buku Kinokuniya, Plaza Senayan, Jakarta (20/6)
Direktur Program Kehutanan, Spesies Teresterial dan Air Tawar WWF-Indonesia Anwar Purwoto, saat membuka acara mengatakan, buku ini merupakan cerita bergambar mengenai kekayaan alam terkait langsung dengan kehidupan masyarakat Bunut Hilir. "Kamera senantiasa ada di kantong, sehingga terwujud dokumentasi segala aspek kehidupan yang ada," katanya.
Jimmy Syahirsyah dari WWF-Indonesia Program Kalimantan Barat menjelaskan, mereka mengadopsi pendekatan atau metode antropologi visual untuk membantu masyarakat yang tinggal di daerah pelosok. Ia menuturkan, program tersebut dilaksanakan di dua kecamatan di Kabupaten Kapuas Hulu –Kecamatan Batang Lupar dan Bunut Hilir.
Dua lokasi ini merupakan koridor penghubung Taman Nasional Betung Kerihun dan Taman Nasional Danau Sentarum. Sehingga berdekatan dengan lokasi habitat orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus pygmaeus).
"Tahap awal program ini adalah melakukan pemilihan fotografer lokal yang melibatkan berbagai elemen masyarakat, dan 40 orang terpilih kemudian mendapatkan pelatihan fotografi dasar," ujar Jim yang sekaligus pelatih foto ini.
Hasilnya, empat puluh kamera, selama proyek satu tahun menghasilkan 229.182 foto. Mereka diberi kesempatan, berbekal kamera digital saku sepuluh hingga 16 megapiksel.
Syamsuni Arman, antropolog, yang ikut serta memuat narasi mengenai sejarah, kearifan setempat menyatakan, masyarakat di Bunut Hilir mayoritas ialah etnis Melayu dan Dayak Iban.
Masyarakat Melayu telah ada sejak abad 18. Meski latar belakang sejarah, bentuk-bentuk tradisi dan adat berbeda, kedua etnis ini hidup harmonis berdampingan.
"Awalnya ada penolakan, wajar saja. Kami masih malu-malu. Lalu kami diajari memotret. Sudah dididik, bisa terbangun kesadaran kami untuk pelestarian lingkungan ke depan," kata Rizal, seorang masyarakat etnis Melayu yang tinggal di Desa Bunut Hilir ketika diminta bercerita mengenai Panda CLICK!.
Lain lagi testimonial Zulkarnain. Sebelum adanya program ini, keseharian Zul dihabiskan untuk menjala ikan, menoreh karet, dan membantu kegiatan sosial kampungnya. Kini ia melihat potensi yang ada di desanya dan mencoba menyuarakannya.
Beberapa foto Zul kemudian digunakan untuk proposal pembangunan desa. Di sebuah daerah pedalaman dengan kerumitan akses (harus ditempuh dengan 22 jam perjalanan dari kota Pontianak), para fotografer lokal mendokumentasikan dan memberi pesan untuk dunia yang lebih luas.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR