Dipijit ikan? Pertanyaan itu terasa menggilitik. Menumpang kendaraan sekitar tiga jam, kita akan tiba di Kampung Luanti, Ranau, yang menawarkan terapi. Tak hanya bagian kaki, seluruh tubuh kita pun dapat digigiti oleh kawanan ikan.
Inilah spa unik yang digelar di bawah udara terbuka. Pemandu setempat mengantarkan saya dan rombongan ke tepian Sungai Moroli yang berair cukup jernih kehijauan. Beberapa orang hanya mencelupkan kaki sampai sebatas paha, sementara lainnya langsing menceburkan diri dan berenang.
Pemandu meminta kami tenang dan memberikan pakan ikan berupa butir-butir kecil di tangan. Tidak lama berselang, datanglah sekumpulan ikan pelian dalam bahasa Malaysia atau pelah dalam bahasa
Sabah yang termasuk dalam famili Cyprinidae. "Jangan takut, mereka sudah dilatih," bilangnya.
"Anda tidak akan digigit betulan. Mereka hanya tertarik pada kulit mati dan pakan ikan. Gigitan ikan-ikan ini bahkan memiliki efek menyembuhkan bagi penderita psoriasis atau beberapa kelainan kulit."
Mulanya kami terpekik-pekik karena geli. Sejurus kemudian rasanya cukup nikmat sehingga tidak perlu lagi berteriak karena ikan-ikan akan terganggu. Secara teori, ikan pelah hanya mendekat bila kami masih memegang pakan ikan dekat tubuh. Nyatanya, mereka tetap bersemangat menggigiti kulit di tangan tiada lagi tersisa. Kulit tubuh sampai telapak kaki pun terasa lebih halus saat kami membilas tubuh dengan air pancuran.
Pijat ikan ala Kampung Luanti lahir sebagai buah dari kearifan lokal. Masyarakat memegang teguh kata "tagal" dari bahasa Kadazan-Dusun yang berarti dilarang memancing atau mengambil ikan di sungai. Ini merupakan upaya menjaga keseimbangan ekosistem sekitarnya.
Jeffrin Majangki, lantas mengaplikasikannya dengan cara melatih ikan-ikan pelah untuk menjadi media penyembuh bagi penderita gangguan kulit serta bagian dari relaksasi alam. Warga setempat ikut turun tangan melatih ikan-ikan yang ada di Sungai Moroli secara khusus. Tahap akhirnya, tercipta destinasi wisata terapi ikan yang dikelola Kampung Luanti JKK. Ketuanya, Jeffrin Majangki.
*Artikel merupakan bagian dari Edisi Koleksi National Geographic Traveler Indonesia, Januari 2012.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Semarang, Nazar Nurdin |
KOMENTAR