Tekanan pertambahan penduduk Pulau Jawa yang pesat mengakibatkan badak semakin berkurang. Badak jawa (Rhinoceros sondaicus) juga cenderung berkembang biak dengan sangat lambat.
Rata-rata badak menjadi dewasa lantas memberikan keturunan setelah berusia enam tahun, dan siklus melahirkannya tiap enam tahun sekali. Itu pun hanya seekor setiap kali lahir.
Misteri populasi badak jawa yang saat ini hanya tersisa di alam sekitar 50 individu, telah mendapat perhatian sangat serius dari banyak ahli satwa liar. Demikian diketengahkan Hadi Alikodra, seorang guru besar konservasi IPB, dalam peluncuran buku WWF-Indonesia berjudul Teknik Konservasi Badak Indonesia.
Padahal, diutarakan Hadi, konon seluruh Pulau Jawa dahulu dihuni oleh populasi badak jawa. Pada masa lampau populasi badak pernah mudah ditemukan di daerah sekitar Gunung Gede, Pangrango, Pegunungan Sanggabuana, Salak, Ciremai, serta Slamet.
Selama periode abad 18, jumlah badak abu-abu bercula satu dengan tekstur kulit berbintik ini cukup banyak. Buktinya, pemerintah kolonial Belanda mengambil langkah mengurangi gangguan badak yang sering merusak ladang perkebunan dengan iming-iming hadiah 10 golden bagi setiap badak yang terbunuh.
Seabad kemudian, populasi badak jawa menyusut drastis. Hingga sekarang belum diketahui secara rinci apa penyebab merosotnya badak. Perburuan cula badak juga ditengarai menjadi penyebab lain.
"Selama jangka waktu tersebut, tercatat 526 ekor terbunuh sebelum masyarakat ilmiah tersadar populasi badak jawa tinggal sedikit menuju kepunahan," kata Hadi Alikodra.
Jumlah yang kian berkurang membuat badak jawa pun dinyatakan sebagai hewan yang dilindungi sejak tahun 1909. Kawasan taman nasional seluas 30.000 ha di Ujung Kulon menjadi habitat serta tempat perlindungan yang tersisa buat badak jawa sampai saat ini.
Badak jawa berukuran fisik lebih besar dibandingkan badak sumatra, berat badannya 900-2.300 kilogram dengan tinggi badan 1,7 meter dan panjang 4 meter. Namun, ukuran cula badak jawa lebih kecil.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR