Akibat proses tersebut, moyang H halmahera seperti terseret ke wilayahnya sekarang, sedemikian sehingga jenis itu terus berkembang dan bisa eksis di perairan Halmahera hingga saat ini.
Pakar tektonik dari Institut Teknologi Bandung, Irwan Meilano, mengungkapkan bahwa skenario geologi yang kemudian memengaruhi biodiversitas Halmahera itu "sangat mungkin."
Menurutnya, Halmahera setidaknya dipengaruhi oleh lempeng Filipina dan subduksi ganda yang berada di tengah wilayahnya. Subduksi ganda adalah pertemuan antar dua lempeng yang saling mendorong satu sama lain. Subduksi ganda seperti di Halmahera hanya sedikit di dunia.
Pergerakan fragmen wilayah Halmahera di menjauhi Papua sendiri, kata Irwan, diduga kuat karena aktivitas lempeng Filipina. Kepastian waktu pergerakan itu belum diketahui.
"Kalau saat ini, Halmahera sedang bergerak ke barat," kata Irwan. Secara teoretis, pergerakan itu sangat mungkin memengaruhi keragaman fauna di Halmahera pada masa mendatang.
Rentan dan perlu perlindungan
Selain memiliki gerak yang terbatas, penyebaran spesies baru hiu berjalan ini pun sangat terbatas. H halmahera sendiri hanya bisa ditemui di Halmahera dan Pantai Weda, wilayah selatan Halmahera.
"Karena H halmahera memiliki distribusi yang sangat terbatas maka sudah secara otomatis spesies itu dikategorikan rentan terhadap kepunahan," kata Erdmann lewat surat elektronik kepada Kompas.com beberapa waktu lalu.
"Total populasinya sangat sulit untuk dikatakan, tetapi saya memperkirakan dengan terbatasnya wilayah distribusi, jumlahnya tidak lebih dari 10.000 individu," papar Erdmann.
Memang, saat ini hiu berjalan tidak banyak mendapatkan ancaman seperti hiu lain yang diburu untuk siripnya. Namun, dengan kekhasan dan endemisitasnya, hiu ini layak mendapatkan perlindungan khusus.
Perlindungan spesies hiu berjalan tidak hanya memberikan manfaat bagi eksistensi spesies itu sendiri. Bak harta karun yang bila ditemukan akan memperkaya pemiliknya, demikian pula halnya dengan hiu berjalan di Halmahera ini.
Perilaku hiu berjalan meliuk dengan siripnya selama ini banyak menarik perhatian penyelam. Bila dipelihara kelestariannya, Pemerintah Provinsi Maluku bisa memanfaatkan spesies H halmahera sebagai aset pariwisata bawah laut. Paket wisata seperti walking shark sighting bisa dijual.
Agus Dermawan, Direktur Direktorat Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan, Ditjen KP3K, Kementerian Kelautan dan Perikanan, mengatakan, selama ini terbukti bahwa harta karun laut seperti hiu dan manta memiliki nilai ekonomi besar bila dipelihara kelestariannya.
Hiu yang dibiarkan hidup menjadi obyek wisata bahari memberi sumbangan devisa Rp 300 juta hingga Rp 1,8 miliar per tahun. Sementara bila dibunuh untuk mendapatkan siripnya, nilainya hanya Rp 1,3 juta per ekor.
Sementara, ungkap Agus, bila dibiarkan hidup, manta dapat memiliki nilai hingga 1,9 juta dollar AS untuk perekonomian kita sepanjang hidupnya, dibandingkan dengan nilai jual dari daging dan insangnya yang hanya bernilai 40–200 dollar AS.
Agus mengungkapkan, banyak spesies hiu, manta, serta jenis ikan lain di perairan Indonesia timur terancam oleh praktik perikanan yang tak ramah lingkungan, seperti pengeboman ikan dan penangkapan sirip hiu untuk mendapatkan siripnya.
Direktur CI, Ketut Sarjana Putra, mengatakan, “Hiu berjalan baru dari Halmahera dapat menjadi duta sempurna untuk menarik perhatian publik pada kenyataan bahwa kebanyakan hiu tidak berbahaya bagi manusia dan layak mendapat perhatian konservasi pada saat populasi hiu-hiu ini sangat terancam oleh penangkapan berlebih."
Kawasan Maluku dan Papua adalah surga biodiversitas. Namun, biodiversitas itu kini menghadapi ancaman, tidak hanya oleh aktivitas di laut, tetapi juga di daratan, seperti sampah plastik dan program reklamasi pantai.
Hiu halmahera, si harta laut yang langka, bisa menyejahterakan atau hilang sia-sia. Semua tergantung bagaimana kita memperlakukannya. Satu hal yang perlu diingat pula, belum semua harta karun laut timur Indonesia yang terungkap. Bila hiu Halmahera ini sampai hilang, maka boleh jadi Indonesia juga kehilangan harta lainnya yang belum diketahui.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR