Awalnya ditemukan pertamakali pada tahun 1999. Awalnya, virus yang disebarkan oleh kelelawar Pteropus tersebut menyebabkan demam, pusing kepala, batuk ringan, dan disorientasi. Namun tak lama, terjadi peradangan pembuluh darah, arteri dan di otak. Penderita kemudian kehilangan kesadaran.
Yang mengerikan, tujuh dari sepuluh kasus yang terjadi, menyebabkan kematian. Mereka yang selamat, sepertiganya mengalami kelainan syaraf dan kelumpuhan permanen. Sang kelelawar penyebarnya sendiri tak terpengaruh. Ia kebal terhadap virus Nipah yang ia bawa.
Penyebaran virus Nipah paling banyak terdeteksi di Bangladesh. Namun, menurut Stephen Luby, peneliti dari Stanford Woods Institute for the Environment dan Freeman Spogli Institute for International Studies, Amerika Serikat, warga Asia Tenggara dan sekitarnya juga punya alasan untuk khawatir.
"Jika virus beradaptasi menjadi lebih efisien saat transmisi manusia ke manusia, maka di dunia yang sangat terhubung seperti ini, manusia bisa menghadapi pandemik yang paling menghancurkan," sebut Luby dalam jurnal Antiviral Research.
Di Bangladesh, kelelawar Pteropus mentransmisikan virus ke manusia melalui getah palm mentah, yang dijilat dan dikencingi kelelawar dan dipanen untuk dikonsumsi manusia. Adapun penularan virus antarmanusia sejauh ini masih belum banyak.
Meski begitu, ada banyak faktor yang membuat kita perlu khawatir karena Nipah bisa menyebar lebih cepat dan luas. Alasannya, kelelawar Pteropus menjelajah kawasan yang luas, mulai dari Pakistan sampai ke selatan dan tenggara Asia, lalu ke selatan Cina, sampai ke Australia di selatan.
Ironisnya, perubahan iklim dan faktor lingkungan lain bisa menyebabkan kawasan penyebaran kelelawar ini semakin meluas. Selain itu, banyak tipe virus Nipah mampu melakukan transmisi antar manusia. Apalagi, ia juga merupakan virus ribonucleic acid (RNA), yang memiliki tingkat mutasi paling tinggi di kalangan zat bilogis.
Jika jenis yang mampu beradaptasi dengan manusia berkembang, ia akan menyebar dengan pesat di kawasan berpopulasi tinggi seperti Asia Selatan sebelum menyebar ke kawasan lain. Menurut Luby, komunitas global perlu melakukan prediksi dan pengelolaan risiko yang lebih baik.
Ini membutuhkan penelitian lebih lanjut terkait bagaimana virus tersebut menyebar, penelitian lebih dekat terhadap orang yang terinfeksi, dan mempersiapkan vaksinasi bagi komunitas yang memiliki risiko tinggi terserang.
Negara-negara kaya harus membantu negara-negara terbelakang dari sisi sistem kesehatan. Khususnya, memastikan bahwa pekerja kesehatan memiliki akses untuk perlindungan, seperti sarung tangan dan cuci tangan, untuk membantu mencegah penyebaran.
Luby melihat, di negara yang padat populasi seperti Bangladesh, para petugas kesehatan yang merawat pasien Nipah umumnya tidak memiliki sarung tangan dan masker. Sementara, para pasien umumnya tidak memiliki sabun dan air untuk mencuci tangan.
Penulis | : | |
Editor | : | Deliusno |
KOMENTAR