Kisah Bill Lancaster mungkin menjadi salah satu cerita penerbangan tragis yang pernah ditulis dalam sejarah. Ia tewas kehausan di tengah Gurun Sahara, di dalam reruntuhan pesawat yang jatuh delapan hari sebelumnya.
Lebih menyesakkan lagi, jenazahnya ditemukan 29 tahun kemudian. Tepatnya pada 12 Februari 1962. Lancaster sendiri wafat pada 20 April 1933 dengan meninggalkan buku harian yang merincikan penderitaannya selama menunggu bantuan.
Saat ditemukan, jenazah Lancaster sudah termumi, tidak membusuk. Cuaca esktrem di Gurun Sahara, yang panas menyengat di siang hari dan menusuk dingin di malam hari, membantu pengawetan jenazahnya.
Lancaster tewas di gurun dalam usahanya memecahkan rekor penerbangan dari Inggris ke Afrika Selatan. Penerbang Inggris ini berangkat pada 11 April 1933 dari Lympne Aerodrome, dekat pantai Kent Selatan, Inggris.
Untuk bisa memecahkan rekor tersebut, Lancaster menggunakan pesawat Avro Avian. Sayangnya, pesawat ini dianggap lambat dan agar bisa memenuhi target maka Lancaster harus terbang lebih lama.
Kontak terakhirnya dengan dunia luar terjadi di Reggan. Di mana ia keluar dari kokpit dengan tubuh kepayahan akibat terbang selama 30 jam. Selama waktu itu, ia tidak makan dan minum. Meski sudah dicegah terbang dan dibujuk petugas setempat untuk beristirahat, Lancaster meneruskan penerbangan. Selepas itu, Lancaster tidak lagi ditemui manusia mana pun.
Di atas Gurun Sahara, pesawatnya menukik menghantam pasir. Ketika sadar pasca-kecelakaan, ia tidak bisa melihat. Ternyata matanya tersumbat darah beku dan harus digosok agar fungsinya kembali normal.
Berdasarkan catatan buku hariannya, malam pertama di Gurun Sahara dihabiskannya dengan mengirim sinyal pertolongan. Ia membuat flare dari kain di dalam pesawat yang direndam dalam bensin. "Flare-ku sukses, paling tidak itu bercahaya selama 60 detik. Saya membakar satu flare tiap 15 menit hingga setengah jam," tulis Lancaster.
Malangnya, tidak ada yang datang. Memang ada mobil dari Reggan yang melintas ke Gao, tapi mereka tidak meilhat ada Lancaster di kejauhan.
Kemalangan penerbang itu terus berlanjut hingga hari kedelapan. Tulisan akhirnya berbunyi, "Tidak ada yang disalahkan, mesinnya rusak. Aku mendarat terbalik di kegelapan. Selamat tinggal, Ayah, surati Jacki [saudara laki-lakinya] dan selama tinggal semua yang aku sayangi, Bill."
Jenazahnya ditemukan 29 tahun kemudian dan dikubur di Reggan oleh Angkatan Udara Prancis. Jessie "Chubbie" Miller, sebagai istri, menerima buku harian tersebut yang berisi 41 halaman. Catatan harian itu akhirnya diterbitkan menjadi sebuah buku.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Semarang, Nazar Nurdin |
KOMENTAR