Dari sekian senjata tajam, sejumlah di antaranya merupakan senjata dominan yang perannya mampu mengubah sejarah dunia. Senjata itu mencakup keris, pedang, tombak, dan bayonet.
Keris pada masa kerajaan-kerajaan kuno di Pulau Jawa merupakan senjata standar prajurit dan kewibawaan bagi para bangsawan. Bahkan menjadi ikon tersendiri bagi kelangsungan hidup kerajaan-kerajaan itu.
Sebagai contoh, Keraton Nyayogyakarta Hadiningrat yang berlokasi di Yogyakarta, hingga saat ini masih menggunakan keris untuk raja baru. Keris yang dinamai Kyai Jaka Piturun itu merupakan simbol kekuasaan, sekaligus keabsahan seorang raja sehingga tanpa adanya keris tersebut, calon raja tidak bisa dilantik.
Pada masa kerajaan Kediri dan Singhasari, dikenal adanya keris buatan Mpu Gandring yang digunakan Ken Arok untuk membunuh Tunggul Ametung. Dengan senjata keris Mpu Gandring itu, keturunan Ken Arok kemudian saling berebut kekuasaan dan membunuh hingga turunan ketujuh.
Saat Majapahit berdiri, keris dipakai oleh semua lelaki dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kehidupan para prajurit kerajaan, keris yang mendapat kedudukan paling istimewa dibanding senjata lain, bahkan bisa dimiliki hingga tiga buah. (Simak: Kehidupan Multikulturalisme di Majapahit).
Para era modern, keris tetap menjadi syarat utama bagi pengantin pria Jawa saat menjalani perkawinan, Konon, tradisi pemandian keris ini dipengaruhi oleh kisah terbunuhnya Adipati Jipang, Harya Penangsang, saat bertempur melawan Raja Mataram, Panembahan Senopati.
Ketika terjadi perang tanding, tombak Kyai Plered milik Panembahan Senopati berhasil menghujam lambung Harya Penangsang sehingga ususnya terburai. Tapi Harya Penangsang ternyata tidak tewas, ususnya yang terburai akibat tikaman tombak ia belitkan ke gagang kerisnya, Kyai Setan Kober, dan terus melanjutkan perang tanding.
Harya Penangsang kemudian menghunus Kyai Setan Kober dari pinggangnya untuk menghabisi Panembahan Senopati yang sudah tak berdaya. Tapi keris tersebut malah memutuskan usus Harya Penangsang dan tewaslah musuh bebuyutan Penambahan Senopati itu.
Usai perang dan Mataram berjaya, Panembahan Senopati ternyata masih terkesan oleh kegagahan Harya Penangsang yang bertempur dengan usus terburai. Ia kemudian bertitah setiap ada upacara perkawinan, pengantin pria wajib mengenakan keris yang gagangnya diberi hiasan bunga kantil dan melati supaya gagah bak Harya Penangsang. Tradisi itu berlanjut hingga kini.
Simak: Di Balik Tradisi Memandikan Pusaka di Bulan Sura
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Semarang, Nazar Nurdin |
KOMENTAR