Ahad petang yang cerah, 13 Oktober 2013. Area Balaikota Yogyakarta menjadi makin menyenangkan. Jalanan aspalnya lebar, trotoar di sisi barat dan timurnya memang hampir selalu resik dari pedagang kakilima. Petang itu, Gunung Merapi bahkan cukup tampak jelas profilnya.
Bisa dibilang, petang itu alam berpihak kepada lebih dari 70 orang penyanyi—yang mayoritas adalah amatiran. Mereka datang memeriahkan “Vox Populi Vox Polis/Swara Warga Swara Kota”. Kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian Festival Seni Mencari Haryadi.
Para penyanyi amatiran adalah warga Yogyakarta yang profesinya beragam. Mereka seniman, pesepeda, ibu rumahtangga, dosen, pekerja seni, guru, pekerja LSM. Bahkan beberapa wartawan tampak turut larut dalam kegembiraan serta turut bernyanyi di sela-sela kegiatan meliput.
Agung Kurniawan adalah perupa yang mengagas kegiatan paduan suara ini. “Ide paduan suara ini sebagaimana ngundang dolan (bhs.Jawa: memanggil bermain). ‘Swara Warga Swara Kota’ adalah sebuah proyek seni performatif yang menggunakan paduan suara (choir) sebagai elemen utama.”
“Kelompok paduan suara amatir ini menyanyikan gubahan lagu populer Marilah Kemari (Titiek Puspa) dan Mana di Mana. Kami menyanyi untuk mengajak Walikota keluar dari sangkar nyamannya. Kami hendak “menyemangati” Walikota Jogja yang pasif dan lamban,” ujar Agung Kurniawan.
Gubahan lagu “Mana di Mana” berbunyi seperti ini:
Mana di mana Walikota Jogja
Walikota Jogja ada di dalam rumah
Mana di mana walikota saya
Walikota saya nggak ada di mana-mana
Kamu di mana har har
Kamu di mana har har
Ayo bekerja nggak makan gaji buta
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR