Ia tampak malu-malu. Sesekali ia melirik ke saya. Namun, ia mampu menolehkan pandangan dengan cepat begitu saya mengarahkan lensa kamera ke arahnya. Melihat tingkahnya, saya geli sendiri. Saya tak menyangka subyek foto saya ini terhitung fotogenik. Ingin tahu siapa dia?
Kenalkan, inilah Luk Mut. Monyet ekor panjang yang berusia tiga tahun ini adalah salah satu murid di Kadaejae Monkey School, Surat Thani, Thailand. Saya memirsa tingkah Luk Mut bersama rekan-rekan Cititrans, yang ingin berjalan darat menuju Shanghai, Cina.
Kami duduk setengah melingkar pada pagi yang cerah. Udara segar berhasil mengusir kantuk saya.
Hok, sang pawang yang berusia 35 tahun, segera menuntun Luk Mut ke hadapan kami. Luk Mut pun beraksi. Ia menempelkan kedua telapak tangan di depan dada dan memberikan salam.
Seraya menunduk sopan, ia mengernyih kepada kami. Saya tidak dapat menahan senyum saat melihat tingkahnya yang menggemaskan. Hok dan Luk Mut telah membuka "aksi panggung" sederhana kepada saya yang datang dari negeri seberang.
Di Kadaejae, monyet-monyet tidak dilatih untuk berjoget atau bertengger di pinggir jalan dengan topeng. Tenaga dan kelincahannya dimanfaatkan oleh warga lokal menjadi salah satu “kawan” yang hemat dan bermanfaat. Sebelum pertunjukkan dimulai pun saya belum terlalu mengerti, bagaimana kawanan monyet ini beraksi.
Kadaejae adalah salah satu dari beberapa titik sekolah monyet yang bisa ditemui di kawasan Surat Thani. Pertunjukkan yang dirancang oleh warga lokal ini menampilkan proses bagaimana pelatihan monyet-monyet di kawasan Surat Thani membantu warga lokal mengumpulkan kelapa.
Bagi masyarakat pesisir di Thailand, buah yang satu ini perannya cukup penting. Selain dagingnya digunakan sebagai santan, batok kelapa juga digunakan sebagai wadah makanan oleh warga Thailand. Bila Anda gemar menyantap sup Tom Yam, penyajian idealnya adalah dituangkan ke mangkuk yang terbuat dari batok kelapa.
Belum lagi manfaat minyak kelapa, yang sudah menjadi kebutuhan masyarakat sekitar. Bila harus bicara lebih tentang kegunaan kelapa, maka Anda akan menemukan sekam dari pohon kelapa kerap digunakan sebagai tali yang kuat.
Sore santai di pinggir pantai pun tidak akan lengkap tanpa menyeruput es kelapa muda. Genap sudah, kelapa merupakan tanaman yang penting dan multiguna bagi masyarakat. Luk Mut memperagakan pelajaran dasar di sekolah monyet Kadaejae.
Dengan buah kelapa yang digenggam oleh tangan Hok, dia menendang-nendang kelapa itu, hingga
buahnya berputar dan akhirnya putus. Tahapan ini dilakukan berulang kali dalam jangka waktu satu hingga tiga minggu.
Tahapan kedua, buah kelapa tiruan digenggam agak tinggi, dan Luk Mut meloncat lincah, lalu menendang-nendang kelapanya hingga putus. Pelajaran berikutnya menjadi semakin rumit, karena para monyet terlatih itu diharuskan bisa mengumpulkan lebih dari satu kelapa, dalam waktu yang bersamaan. Nara, kawan Luk Mut yang sudah lebih dewasa beraksi.
Dengan tangkas Nara memanjat satu pohon kelapa, dalam hitungan detik sudah ada di atas pohon dan menjatuhkan tiga buah kelapa. Monyet-monyet ini juga diajarkan untuk membedakan kelapa yang masih muda dan yang sudah tua.
Hok membuka salah satu kelapa yang baru saja jatuh, dan menawarkan saya untuk meminum langsung dari batoknya. Segarnya air kelapa yang menyiram tenggorokan, jelas memberikan sensasi yang berbeda pada saat itu.
Di tempat yang sama juga Anda bisa menyaksikan proses pembuatan santan, dari mulai kelapa yang baru saja dipetik hingga menjadi olahan santan. Sederhana, namun penuh makna.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Semarang, Nazar Nurdin |
KOMENTAR