Nationalgeographic.co.id—Willem Iskander, nama yang mungkin masih asing di telinga. Ia merupakan salah satu tokoh bersejarah, tak hanya bagi masyarakat Mandailing, tetapi juga bagi Indonesia.
"Nama aslinya adalah Sati Nasution, Mandailing sekali namanya" ujar Rizal H. Nasution. Ia menyampaikannya dalam bedah biografi Willem Iskander dalam Dialog Intisari via kanal Youtube Intisari Online pada 25 Agustus 2021.
"Ia menembus blokade Belanda, karena ia mampu menempuh pendidikan ke luar negeri, tepatnya di Negeri Belanda pada 1859" tambahnya. Ia berangkat untuk menjadi guru bantu dan menimba ilmu di Amsterdam, Belanda. Disana, ia tinggal bersama seorang Belanda yang menyayanginya.
"Willem tinggal bersama Dirk Hekker, seorang Kepala Sekolah yang menganggapnya anak angkat dan mendorongnya untuk maju" ungkap Ichwan Rizal dalam acara yang sama. Tinggal bersama keluarga Hekker, membentuk pemikirannya, utamanya dalam bidang kependidikan. Inilah bekal yang kemudian ia bawa saat kembali ke tanah air.
Sepulangnya ke Indonesia, Satie (panggilan dari nama asli Willem Iskander) mulai menggagas beberapa ide untuk memajukan pendidikan pribumi. Hal paling mendasar yang ia lakukan adalah memberikan kemerdekaan, berupa hak bagi anak perempuan untuk dapat bersekolah secara cuma-cuma. Hal tersebut terjadi lantaran para anak perempuan selalu dipandang sebelah mata oleh pemerintah kolonial.
Langkah selanjutnya, Ia memperjuangkan perintisan sekolah guru (Kweekschool) di Tanobato. Ardi Ansyah dalam karyanya berjudul Willem Iskander (1840-1876) Pelopor Pendidikan di Mandailing Sumatera Utara, publikasi tahun 2012 menjelaskan tentang peranan penting Willem bagi kemajuan sekolah rintisannya.
Jalan terjal harus ditempuhnya. Tidak mudah bagi seorang pribumi untuk menjadi guru, apalagi mendirikan sekolah untuk mencetak guru-guru. Argumentasi yang kuat, membuat Gubernur Jenderal memberi izin kepadanya untuk mendirikan sekolah keguruan, Kweekschool Tanobato pada 1862.
"Willem Iskander telah berhasil menciptakan sekolah terbaik yang pernah ada di Hindia-Belanda, ia dikagumi oleh orang-orang Belanda" tulisnya. "Satie membangun sekolah dengan bahan material seadanya, dibantu dengan beberapa warga sekitar, sekolah kecil ini kemudian menunjukan betapa luar biasanya dia" ujar Ichwan Rizal.
Baca Juga: Menyingkap Sejarah Sekolah Modern Pertama di Maluku, Abad Ke-16
Willem menerapkan pembelajaran sains dengan pendekatan menggunakan bahasa Mandailing. "Saat inspeksi dari van der Chijs, utusan Hindia-Belanda, dari balik pintu kelas, Willem menjelaskan bahasa fisika yang rumit, disampaikan secara sederhana dengan bahasa Mandailing. Itu yang membuat para pejabat Belanda kagum" tambahnya. "Lebih menakjubkan lagi, di sekolah yang kecil dan berada di pedalaman Sumatera ini, murid-muridnya sangat mahir berbahasa Belanda" pungkas Ichwan Rizal.
Willem Iskander telah memesona, membuat para pejabat Belanda membandingkan sekolah rintisannya dengan sekolah lain. Ia dibekali ilmu pendidikan yang visioner. Ichwan Rizal menjelaskan buah pemikiran Willem yang menjadi acuan bagi sistem pendidikan di Hindia-Belanda kala itu.
Ia menyebutkan gagasan Willem tentang dunia pedidikan, "Pertama, menganggap bahwa pendidikan bukan hanya soal transfer ilmu, tetapi sekolah adalah pusat peradaban. Kedua, Willem menginginkan bahwa guru jangan hanya melahap bahan ajar yang sudah jadi, guru harus menulis bahan ajarnya sendiri dan melestarikan buah pikirannya. Ketiga, membudayakan bahasa yang sederhana dalam pembelajaran, serta mempelajari bahasa asing untuk kemajuan bangsa."
Baca Juga: Menyelisik Pendidikan Perempuan di Taman Siswa Awal Abad ke-20
Gagasannya dalam dunia pendidikan sangat menakjubkan. Tiga buah pemikirannya menjadi acuan bagi sistem pendidikan yang digunakan oleh menteri pendidikan Hindia-Belanda saat itu. "Seluruh buah pikiran Willem kemudian diadopsi oleh menteri pendidikan Hindia-Belanda dan dipraktikan pada sekolah-sekolah elit Belanda" tambahnya.
Pramoedya Ananta Toer adalah orang yang mengagumi sosok Willem Iskander. Baginya, Willem adalah keajaiban bagi bangsa Indonesia. Untuk mengenang jasanya, menteri pendidikan, Daud Yusuf, menamai bekas sekolah Kweekschool sebagai SMA Negeri Willem Iskander, pada 1982.
"Ia lebih dulu memulai revolusi pendidikan untuk kemajuan pribumi sebelum Ki Hajar Dewantara lahir" ujar Rizal H. Nasution. "Jasanya bagi dunia pendidikan di Indonesia sangat luar biasa, hanya saja, namanya tidak seterkenal Ki Hajar Dewantara" tutupnya.
"Sungguh disayangkan, kurangnya informasi masyarakat dalam melestarikan peninggalan Willem, menjadikan mereka abai dengannya. Itu terjadi saat SMA Negeri Willem Iskander diubah namanya begitu saja" tutup Ichwan Rizal.
Baca Juga: Bagaimana Perkembangan Ilmu Pengetahuan Pada Masa Penjajahan Belanda?
Source | : | E-prints UNY,Dialog Intisari Online |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR