Nationalgeographic.co.id—Saat beberapa ilmuwan sedang menjelajahin hutan tropis di sebelah utara Vietnam, mereka menemukan hal yang mengejutkan, yakni sebuah sarang Tawon yang bisa menyinarkan cahaya hijau terang saat disinari dengan cahaya UV.
Dugaan mereka, sarang tawon ini adalah buatan dari beberapa tawon kertas yang berjenis sama yakni genus Polistes. Beberapa larva yang masih belum berkembang, terlindungi oleh tutup kepompong yang terbuat dari serat sutra yang tanpa alasan yang jelas menyinarkan cahaya hijau kekuningan saat terkena cahaya UV dalam gelombang 360 dan 400 nanometer.
"Kami sangat terkejut menemukan biomateri fluoresen yang sangat kuat," penulis senior Bernd Schöllhorn, seorang profesor kimia di Universitas Paris, di kutip dari Live Science.
Saat pagi hari, atau dengan intensitas cahaya yang normal, tutup kepompong ini anak terlihat berwarna putih susu, namun warnanya akan berubah ketika terkena cahaya terik di siang hari. Pada malam hari, cahayanya akan mampu terlihat dari sekitar 20 meter. Tulis penerbit yang dikutip dari Journal of the Royal Society Interface, 24 Agustus 2021.
Cahaya sutra ini sungguh memesona, para peneliti telah mengonfirmasi bahwa cahaya ini ada dalam kisaran panjang gelombang yang bisa tertangkap mata para tawon.
“Mereka sangat sensitif terhadap warna hijau,” kata Schöllhorn dilansir dari The Atlantic.
Para ilmuwan ini melakukan uji coba membandingkan tawon tersebut dengan dua tawon bergenus Polistes lainnya: Pertama, tawon dari hutan hujan Amazon yang ada di Gunaya Prancis; Kedua, tawon yang berasal dari selatan Prancis yang beriklim sedang.
Baca Juga: Si Pemandu Madu, Kemampuan Satwa Liar Berkomunikasi dengan Manusia
Ketiga sarang ini memiliki kemiripan bentuk tutup kepompong yang bercahaya. Namun, memiliki perbedaan signifikan yang ditunjukan oleh intensitas cahaya yang dihasilkan dan seberapa jauh jangkauan cahaya tersebut.
Penemuan ini bisa dibilang cukup misterius. Beberapa pertanyaan dan spekulasi pun muncul tentang penemuan ini. Apakah cahaya ini ada untuk menjadi penujuk pulang para tawon, ataukah cahaya ini dihasilkan oleh tawon berjenis lain yang hinggap sebentar di sana saat sedang beristirahat.
Dalam dunianya, beberapa hewan memang menghasilkan cahaya untuk menarik perhatian pasangannya atau untuk menghidari predator. Namun, hal ini sungguh membingungkan, lantaran cahaya tersebut keluar dari sebuah sarang yang entah untuk apa fungsinya.
Baca Juga: Empat Lebah Hidup di Mata Perempuan Ini dan Meminum Air Matanya
Tidak mungkin hanya sebuah kebetulan belaka, jika cahaya tersebut ada dalam jumlah yang cukup banyak.
“Mungkin ini hanya produk sampingan insidental dari bagaimana sutra dibuat," ujar Liz Tibbetts, ahli tawon kertas di University of Michigan yang tidak terlibat dalam penelitian ini.
Studi sebelumnya menunjukkan bahwa perkembangan larva tawon sangat dipengaruhi oleh panjang relatif siang dan malam. Oleh karena itu, tutup kepompong yang bersinar dapat membantu mengontrol seberapa banyak cahaya matahari mencapai larva saat mereka tumbuh menjadi kepompong.
Baca Juga: Cantiknya Lebah 'Pelangi' Australia, Terbang Sampai Indonesia
“Hipotesis ini adalah hipotesis yang paling saya suka,” kata Schöllhorn.
Dalam masa mendatang, para peneliti akan melakukan percobaan terhadap cahaya tersebut. Apakah cahaya itu akan memiliki fungsi dan bisa digunakan dalam dunia kedokteran, contoh utama yang menggunakan cahaya fluoresen adalah pelebelan molekul dalam tubuh manusia.
Pengembangan lain juga bisa dilakukan untuk sarang ini. Misalnya, pembuatan semacam lampu yang bisa menjadi petunjuk jalan bagi para penjelajah hutan dan bagi siapa saja yang masuk ke hutan dengan tujuannya tersendiri.
“Pengembangan dan penelitian akan terus dilakukan terkait dengan sarang tawon ini. Kami juga akan terus mencari tahu apakah sarang tawon dari jenis lain juga bisa bercahaya seperti ini dan tentu akan kami kembangkan,” ujar Schöllhorn
Baca Juga: Penemuan Unik, Lebah Berjenis Kelamin Setengah Betina Setengah Jantan
Source | : | livescience,Theathletic |
Penulis | : | Agnes Angelros Nevio |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR