Simak Bagian 1 dan Bagian 2 dari perjalanan ini.
Perjalanan berlanjut ke Insadong, area yang terkenal dengan galeri-galeri seni—ada lebih dari 70 galeri di sini, toko barang antik serta pasar jalanan. Saya mendapati, pejalan asing pun terkadang menjual hasil karya seni mereka di ruas jalanan ini. Kawasan ditutup untuk mobil setiap akhir pekan dan suasananya senantiasa ramai. Pedagang yang berjualan di gerobak secara permanen maupun mobile atau terus didorong, sibuk melayani pembeli. Makanan ringan khas Korea seperti tok bo gi, semacam kue dari tepung beras yang dihidangkan dengan direndam saus asam manis serta aneka makanan laut kering sangat mudah dijumpai.
Penutup jalan-jalan pada malam itu, adalah mencoba salah satu hidangan tradisional Korea berupa nasi bakar yang dikemas dalam bambu. Hal menggiurkan dari setiap resto di negeri ini adalah tersedianya masakan sampingan seperti kim-chi dan sayur-sayur lainnya yang dapat dinikmati tanpa tambahan biaya. Hidangan sampingan atau sidedishes ini terkadang mencapai 16 macam, lebih banyak dari menu utama pesanan pengunjung!
Satu hal lagi, jangan berharap jika memesan teh maka akan dihidangkan teh seperti biasa disajikan di Tanah Air. Bagi masyarakat Korea, apa pun yang direndam atau disiram air panas otomatis menjadi teh. Pengalaman “unik” itu saya dapatkan saat memesan es teh lemon di resto nasi bakar. Pesanan datang dalam wujud air putih panas serta sepiring kecil jeruk lemon. Saya sempat berdebat soal “keanehan” penyajian teh ini dengan seorang pramusaji, namun berakhir dengan senyuman lebar, karena menyadari negara lain mempunyai kebiasaan yang berbeda dengan negeri kita. Inilah makan malam bersama nasi bakar bambu dan es “lemon teh".
Perjalanan berlanjut di tautan ini.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Penulis | : | |
Editor | : | Oik Yusuf |
KOMENTAR