Godaan itu pula yang merasuki Tim Bandung Juara Ama Dablam Expedition 2013 yang terdiri dari para pendaki Regi Kayong Munggaran (31), Nunu Nugraha (29), keduanya berasal dari kelompok pecinta alam Mapenta, Universitas Islam Bandung, juga Sofyan Arief Fesa (30) dari pecinta alam Mahitala, Universitas Katolik Parahyangan.
Bertolak dari Indonesia awal Oktober silam, tim pendaki ini sempat tertahan selama satu minggu oleh cuaca yang tak menentu di Kathmandu Nepal, akibat Siklon Phailin yang menghantam India. Tim pun menggunakan helikopter menuju bandara Tenzing-Hillary, Lukla, di ketinggian 2.800 mdpl.
Inilah tempat terakhir penggunaan kendaraan sebelum meneruskan perjalanan ke puncak Gunung Ama Dablam yang berada pada 6.814 mdpl, akibat medan yang sulit dan tidak bisa ditempuh dengan kendaraan darat apapun.
Dari Lukla menuju Base Camp di ketinggian 4.600 mdpl, tim sempat menghabiskan dua malam di Namche Bazaar (3.440 mdpl), sebuah desa yang padat penduduk, sekaligus melakukan aklimatisasi atau proses penyesuaian tubuh dengan ketinggian.
Setelah melewati desa terakhir yaitu Pangboche (3.860 mdpl), tim harus mendaki selama 2,5 jam untuk tiba di Base Camp Ama Dablam, pada 23 Oktober 2013. Rencananya tim akan melakukan aklimatisasi selama beberapa hari sebelum meraih puncak.
Ama Dablam memiliki arti ibu (ama) dan dablam, yang merupakan liontin yang dikenakan oleh para wanita kaum Sherpa. Ekspedisi ini merupakan salah satu program Walikota Bandung Ridwan Kamil, dikelola oleh Cesta Adventure.
Baca lebih lanjut tentang rumitnya aklimatisasi di Ama Dablam.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Penulis | : | |
Editor | : | Yoga Hastyadi Widiartanto |
KOMENTAR