Dengan menggunakan teknik stimulasi otak secara magnetik, penyandang autisme bisa meningkatkan kemampuan sosialnya. "Sebagai uji klinis yang pertama kali dilakukan, ini merupakan awal yang baik," demikian pendapat Lindsay Oberman dari Beth Israel Deaconess Medical Centre di Boston, AS.
Orang yang didiagnosis menyandang autism spektrum disorder (ASD) kerap kali sulit berinteraksi secara sosial. Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa bagian otak yang disebut dorsomedial prefrontal cortex (dmPFC) tidak aktif pada individu dengan autisme. "Bagian ini juga bertanggung jawab atas pemahaman terhadap pikiran/pendapat, keyakinan, dan niat dari orang lain," kata Peter Enticott dari Monash University di Melbourne, Australia.
Enticott dan rekan-rekannya berpikir, dengan memperkuat aktivitas dmPFC menggunakan stimulasi magnetis (rTMS) mungkin bisa membantu individu dengan autisme dalam berhadapan dengan situasi-situasi sosial. Secara sederhana, tindakan yang dilakukan adalah mengirimkan denyut atau pulsa magnetis yang kuat (tetapi tidak terlalu banyak) melalui kulit kepala, demikian seperti ditulis New Scientist (1/11).
Partisipan penelitian ini menjalani serangkaian tes mengenai keterampilan sosial mereka sebelum dan di akhir terapi. Hasilnya, partisipan yang menjalani rTMS mengalami perkembangan yang signifikan dalam bersosialisasi dalam kurun waktu sebulan. Contohnya, seorang partisipan perempuan mulai membuatkan teh buat kakaknya yang sedang belajar, yang menunjukkan bahwa dia memahami kondisi emosional kakaknya, dan berniat ingin menolong. Hal yang tidak pernah dilakukannya sebelumnya. Terapi ini juga mengurangi rasa cemas para penyandang autisme.
"Penelitian ini menarik, namun risetnya masih berada pada tahap yang sangat awal," ujar Carol Povey dari National Autistic Society, Inggris.
(Baca juga tulisan mendalam soal autisme: Dunia Sunyi Para Pencari Jati Diri).
Penulis | : | |
Editor | : | Oik Yusuf |
KOMENTAR