Community Engagement Manager Remotivi Ilham Bachtiar menerangkan, perubahan kata perlu dilakukan sebagai bentuk keseriusan menanggapi korupsi. Pihaknya memandang penggunaan "korupsi" dan "koruptor" terlalu sopan, elitis, berjarak bagi unsur kebudayaan Indonesia, dan mengalami perubahan penilaian.
"Apa lagi, baru-baru ini istilah 'koruptor' digadangkan istilahnya sebagai 'penyintas' hanya karena ada aktor andil di belakangnya," ujar Ilham saat dihubungi Jumat (27/08/2021). "Kami melihat, 'koruptor' pada definisinya memiliki kesamaan dengan 'maling'. Sama-sama mengambil sesuatu secara diam-diam demi keuntungannya sendiri."
Meski demikian, dalam KBBI, "koruptor" sebagai pelaku tindak "korupsi" sedikit berbeda dengan maling. "Korupsi" dapat berarti penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Tetapi dalam uang negara pada istilah korupsi, memiliki unsur pajak yang dibayar oleh rakyat dalam suatu negara.
"Di sinilah, letak ketidakberbedaannya. Sama-sama mencuri. Bayangkan, kalau sepeda Mas dicuri. Itu pencurian kepada satu orang oleh maling. Kalau seluruh perumahan tempat tinggal Mas dicuri sepedanya, tentu sama saja [yang mencuri] disebut maling," jelas Ilham.
Baca Juga: Bagaimana Lingkungan Lembaga Mempengaruhi Psikologi Tindakan Korupsi?
"'Maling' lebih memiliki konotasi yang buruk dan rendahan. Selain itu juga lebih dekat secara kultural kita. Tidak seperti 'koruptor'."
Ivan Lanin, pegiat bahasa Indonesia Narabahasa berujar bahwa istilah 'korupsi' sudah didefinisikan lewat UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Istilah itu termasuk kata yang memiliki konsep unik dan spesifik.
"Istilah itu bisa saja diubah dengan istilah lain, tetapi kita perlu mengubah peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan itu. Itu bukan hal yang mudah," demikian kata Ivan melalui pesan daring Whatsapp, Senin (30/08/20210).
Sebelumnya, koran Tempo juga memperkenalkan istilah "rasuah" sebagai padanan pengganti "korupsi", dalam beberapa pemberitaannya. Salah satunya pada artikel Para Adhyaksa Terseret Rasuah Mei 2021.
Ilham mengatakan, "rasuah" masih belum tepat karena tidak memiliki konotasi serendah "maling", meski istilah itu cukup dekat dengan budaya kita. Selain itu, meski tertera di KBBI, istilah ini di situs pencarian internet masih merujuk pada pemberitaan berbahasa Melayu di Malaysia.
Pentingnya konotasi rendah untuk bentuk kejahatan, terang Ilham, sebagai rasa muak dan kekesalan pada kejadian yang ada.
Baca Juga: Herman Willem Daendels dalam Pemberantasan Korupsi di Hindia Belanda
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR