Bisakah suatu istilah diciptakan, khususnya dalam konteks merujuk pencurian uang negara?
Menurut Pedoman Umum Pembentukan Istilah (PUPI), terdapat lima syarat untuk membuat istilah baru, yakni:
1. Kata atau frasa itu tepat untuk mengungkapkan konsep,
2. Memiliki bentuk yang singkat di antara rujukan kata yang lain,
3. Memiliki nilai rasa (konotasi),
4. Sedap didengar (eufonik),
5. Sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia.
Yang dimaksud dalam kaidah bahasa Indonesia adalah pedoman pada sebutaan ejaan, morfologi (seperti imbuhan dan pemajemukan kata), sintaksis, dan semantik.
"Kalau mau dibentuk kata baru untuk menggantikan 'korupsi' dan 'koruptor,' saya pikir yang paling perlu perhatikan ialah syarat [nomor] satu, dua, dan lima," Ivan berpendapat. Pada kata "korupsi" sendiri diadopsi dari istilah hukum Belanda, yang induk kebahasaannya berasal dari bahasa Indo-Eropa.
Baca Juga: Memaknai 'Bajingan', Pergeseran Makna dari Profesi Jadi Kata Maki
Terkait isu perubahan kata 'koruptor' menjadi 'maling' yang dilakukan beberapa media, Ivan berpendapat, "Pilihan kata dapat merubah persepsi penutur dan bisa juga berubah karena persepsi penutur. Ini gejala perbuahan makna yang dipelajari dalam semantik."
"Kata bisa mengalami, antara lain, perluasan makna, penyempitan makna, peyorasi (menjadi lebih buruk), dan ameliorasi (menjadi lebih baik)."
Ilham menyampaikan, perubahan ini diharapkan bisa terjadi dalam waktu yang lebih lama. Tetapi kemungkinan dapat terhenti jika sudah menemukan padanan kata yang tepat untuk menggantikan "korupsi".
"Kami [Remotivi] akan sangat terbuka untuk kajian pembahasaan. Tidak akan menutup kemungkinan kalau nanti ada penelitian dengan pihak studi bahasa untuk mencari istilah yang baru," pungkasnya.
Baca Juga: Rentetan Praktik Korupsi Pemantik Perang Jawa Pangeran Dipanagara
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR