Sagimun M.D. dalam Pahlawan Dipanegara Berdjuang yang terbit pada 1957 mengutip kisah sabda Sultan Hamengkubuwana I kepada istrinya, “Adinda! Ketahuilah bahwa adalah kehendak Yang Maha Kuasa bahwasanya cicit adinda ini telah ditentukan untuk kelak memusnahkan orang-orang Belanda. Adapun betapa akhirnya hanya Tuhan Yang Maha Kuasalah yang mengetahuinya. Anak ini akan melebihi saya. Oleh karena itulah adinda, maka adinda harus memelihara bayi ini dengan baik-baik.”
Adegan Sultan Sepuh dan Sri Ratu tersebut tampaknya diadaptasi oleh Sagimun dari sumber Babad Dipanagara yang ditulis oleh Pangeran Dipanagara sendiri (otobiografi) dalam pengasingannya di Manado. Sejak Juni 2013, naskah salinan Babad Dipanagara yang tersimpan di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia itu telah diakui UNESCO dalam daftar Memory of the World (Daftar Ingatan Dunia).
Baca Juga: Sepuluh Fakta Tersembunyi Di Balik Ganasnya Kecamuk Perang Jawa
Seorang pemimpin besar tentunya tak terlepas dari lingkungan tempat dia ditempa. “Sosok perempuan sangat penting di dalam pendidikan Dipanagara,” ungkap Carey dengan saksama. Dipanagara tidak tumbuh dewasa dalam tembok keraton. Saat berusia tujuh tahun, dia diasuh oleh eyang buyutnya, Ratu Ageng, di Tegalrejo. Sang eyang buyut itu pernah menjadi panglima pasukan korps laskar perempuan Keraton Yogyakarta.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Penulis | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
Editor | : | Silvita Agmasari |
KOMENTAR