Jakarta merupakan salah satu kota dengan tingkat polusi tertinggi di dunia. Padatnya kendaraan dan banyaknya perokok, menjadi penyumbang utama 686.864 ton polutan yang dihasilkan Jakarta per tahun. Dari jumlah tersebut 60 persen adalah gas karbonmonoksida (CO), yang merupakan hasil pembakaran tak sempurna akibat kekurangan oksigen.
"Dari penelitian tersebut, maka hanya 81 hari dalam 1 tahun udara di Jakarta dikatakan bebas polusi. Apabila kadar CO udara tinggi, maka bisa dipastikan tingkat CO dan zat beracun lain dalam tubuh juga besar," kata dokter spesialis paru dari RSUP Persahabatan, dr. Agus Dwi Susanto, Sp.P., dalam ulang tahun RSUP Persahabatan yang ke-50 di Jakarta, Minggu (24/11/2013).
Hal ini tentu berbahaya karena CO merupakan gas yang paling mudah dihirup dan masuk ke dalam tubuh. Gas CO kemudian berikatan dengan hemoglobin (Hb) dan menghalangi penangkapan serta sirkulasi oksigen. Akibatnya, penghirup CO lekas lemas dan letih akibat kekurangan oksigen.
Sayangnya, kadar CO yang tinggi dan efek buruknya seolah tak dirasakan penduduk Jakarta. Kondisi ini memprihatinkan karena efek buruk CO menyerang segala usia, dengan tingkat serangan bergantung pada frekuensi dan banyaknya gas diserap.
Kondisi inilah yang coba diubah melalui kesadaran pentingnya pengukuran kandungan CO dalam tubuh . "Kami ingin masyarakat tahu pentingnya mengetahui kandungan CO dalam tubuh, sehingga bisa menyadari kualitas udara di sekelilingnya. Pengukuran CO bisa dikatakan sebagai tindak deteksi dini," kata Direktur Utama RSUP Persahabatan, Dr. Mohammad Syahril.
Agenda ini, kata Syahril, diikuti kurang lebih 586 peserta dari berbagai komunitas dan masyarakat di sekitar RSUP Persahabatan. Agenda ini juga memperoleh penghargaan dari MURI Indonesia, sebagai kegiatan pertama pengukuran kadar CO dengan jumlah peserta terbanyak.
Setelah mengetahui kadar CO dalam dirinya, Syahril mengatakan, masyarakat bisa menilai kualitas udara yang selama ini dihirup. Bila buruk, masyarakat bisa mulai membentengi diri misalnya dengan menggunakan masker dalam kegiatan sehari-hari. Masyarakat juga bisa menindaklanjuti dengan pemeriksaan lain, misalnya electrokardiograph (EKG). Tingginya kadar CO meningkatkan kekentalan darah, sehingga memperbesar peluang terjadinya penyakit jantung koroner (PJK).
Kadar CO dalam tubuh dibagi tiga menggunakan warna merah, kuning, dan hijau. Hijau adalah warna yang menunjukkan kadar CO masih rendah hingga normal, yaitu berkisar 0-6 ppm. Warna ini biasa dimiliki seseorang yang tidak merokok.
Warna kuning menunjukkan kadar CO dalam tubuh mulai meningkat, yaitu 7-20 ppm. Warna ini biasa dimiliki perokok ringan, pasif, atau yang terpajan polusi cukup berat. Sedangkan untuk perokok berat, kandungan CO dalam tubuh adalah lebih dari 20 ppm yang dilambangkan warna merah. Kadar CO dalam udara pernapasan sebanding dengan CO yang berikatan dengan Hb dalam darah.
Dari dua sumber terbesar polusi, Syahril menyatakan, rokok menjadi yang utama. Hal ini dikarenakan rokok lebih mudah menginfeksi sejumlah orang terutama yang sering bertemu, misal keluarga atau kolega kerja. Rokok juga tidak hanya menyebarkan CO tapi juga zat berbahaya lain misal tar dan nikotin.
Dengan jumlah populasi Jakarta tinggi maka kemungkinan jumlah perokok juga besar. "Karena itu berhentilah merokok sedini mungkin. Selain itu jangan ragu untuk menegur orang yang merokok ditempat umum, karena kita berhak hidup sehat," kata Syahril.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR