Nationalgeographic.co.id - Menurut sebuah teori, bahwa sinar kosmis dapat memicu terjadinya evolusi kimia materi antarbintang. Hal ini telah menarik perhatian para ilmuwan untuk melakukan studi baru terhadap sinar gamma yang baru-baru ini mereka deteksi, dengan tujuan agar dapat memahami evolusi galaksi Bima Sakti. Sebab, para astronom yakin bahwa jejak supernova telah mempercepat sinar kosmis tersebut di galaksi kita.
Sinar kosmis ini melesat menuju ke Bumi dengan kecepatan cahaya. Berdasarkan hasil pengamatan ilmuwan dari sinar gamma yang mereka deteksi itu, diketahui bahwa sisa-sisa supernova telah memancarkan sinar gamma pada energi teraelectronvolts (TeV).
Untuk dapat mempermudah verifikasi asal-usul sisa supernova itu dari sinar kosmis, dibutuhkan proton yang dapat menghasilkan sinar gamma. Sayangnya, sinar gamma tersebut dihasilkan oleh elektron. Sehingga para ilmuwan perlu untuk menentukan apakah asal proton atau elektron yang dominan, serta mengukur rasio dari keduanya.
Baca Juga: Gawat, Salah Satu Lengan Galaksi Bima Sakti Mengalami Patah!
Menurut sebuah studi baru yang diterbitkan dalam Astrophysical Journal pada 9 Juli 2021 yang berjudul Pursuing the Origin of the Gamma Rays in RX J1713.7-3946 Quantifying the Hadronic and Leptonic Components, menjelaskan bahwa para astronom telah berhasil melakukan pengukuran komponen proton dan elektron dari sinar kosmis dalam sisa-sisa supernova. Mereka menemukan 70 persen sinar gamma berenergi sangat tinggi dipancarkan dari sinar kosmis, hal ini terkait dengan proton.
Temuan mereka ini merupakan yang pertama kalinya menemukan jumlah sinar kosmis dalam sisa supernova. Hal ini dapat memberikan penjelasan tentang asal-usul sinar kosmis.
Dalam studi tersebut, para astronom juga melakukan analisis pencitraan baru dari radiasi sinar gamma, sinar-X, dan radio. Hasil penelitian ini telah mengungkap bukti yang kuat bahwa sinar gamma tersebut memang berasal dari komponen proton, yang juga merupakan komponen utama dari sinar kosmis. Dengan begitu, dapat disimpulkan bahwa sisa-sisa supernova menghasilkan sinar kosmis galaksi.
Baca Juga: Detail Supernova Saat Awal Ledakan, Tertangkap Foto Pertama Kalinya
“Metode baru ini tidak dapat dicapai tanpa kerjasama internasional,” kata Profesor Emeritus Yasuo Fukui di Nagoya University seperti yang dilaporakan Techexplorist.com. Dia juga memimpin proyek ini dan secara akurat telah berhasil menghitung distribusi kepadatan gas antarbintang menggunakan teleskop radio NANTEN serta Australia Telescope Compact Array sejak tahun 2003.
“Metode baru ini akan diterapkan pada lebih banyak sisa-sisa supernova menggunakan teleskop sinar gamma generasi berikutnya CTA (Cherenkov Telescope Array) di samping observatorium yang ada, yang akan sangat memajukan studi tentang asal usul sinar kosmis,” tuturnya.
Berdasarkan data pengamatan yang dilakukan melalui pencitraan radio-line, ditemukan bahwa intensitas sinar gamma dari proton sebanding dengan kerapatan gas antarbintang. Ilmuwan juga berharap, di sisi yang lain, sinar gamma dari elektron juga dapat sebanding dengan intensitas sinar-X dari elektron. Maka dari hal tersebut dapat dikatakan total intensitas sinar gamma adalah jumlah dari dua komponen tersebut, yaitu satu berasal dari proton dan lainnya berasal dari elektron.
Baca Juga: Gelembung sinar gamma ditemukan di pusat galaksi
Metode ini pertama kali diusulkan dalam penelitian ini. Hasilnya, ditunjukkan bahwa sinar gamma dari proton dan elektron masing-masing menyumbang 70% dan 30% dari total sinar gamma. Untuk pertama kalinya para astronom berhasil menghitung dari dua asal.
Studi juga menemukan bahwa sinar gamma dari proton didominasi pada area yang kaya akan gas antarbintang, sedangkan sinar gamma dari elektron meningkat di area yang minim gas. Hal ini memberikan gambaran yang jelas, bahwa kedua mekanisme tersebut telah bekerja sama, dan mendukung prediksi studi teoretis yang dilakukan sebelumnya.
Source | : | techexplorist.com |
Penulis | : | Wawan Setiawan |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR