Amerika memang tidak pernah menyiapkan pasukan marinirnya untuk bertempur secara khusus di medan hutan tropis. Namun pecahnya Perang Pasifik, memaksa Korps Marinir untuk sanggup berperang dalam kondisi alam seperti ini.
Perang hutan, itulah kondisi medan tempur yang harus dihadapi oleh para prajurit marinir Sekutu saat merangsek ke wilayah pedalaman di Guadalcanal. Bagi mereka, situasi ini bak neraka.
Musuh yang dihadapi tak hanya pasukan Jepang, melainkan juga kejamnya alam tropis. Cuaca yang kerap berubah-ubah tanpa adanya kepastian, tingkat kelembapan tinggi, plus ancaman binatang buas serta serangga berbisa. Ini hanya beberapa contoh dari sekian banyak rintangan alam yang harus dihadapi. Kondisi hutan yang begitu rapat juga membuat upaya mendeteksi kehadiran musuh jadi luar biasa sulitnya.
Kontak senjata jarak dekat kerap terjadi dalam patroli yang dilakukan baik oleh infanteri Jepang ataupun Marinir. Kondisi yang membutuhkan reaksi begitu cepat. Hitungannya cuma dalam beberapa detik saja. Kalah melepaskan tembakan pertama bisa berarti petaka.
Sekali proyektil dilepaskan lawan dari arah kerimbunan pepohonan maka dijamin tak bisa merekam datangnya tembakan.
Tembakan balasan membabi buta adalah aksi yang kerap dilakukan para prajurit marinir saat berhadapan dengan situasi inin hal pada masa-masa awal kampanye militer di Guadalcanal. Jepang pun memanfaatkan situasi ini seoptimal mungkin. Mereka lebih sering melakukan serangan di malam hari. Dan hal ini membuat Guadalcanal menjadi medan tempur yang mematikan bagi marinir.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR