Penyediaan dan produksi pangan dipengaruhi oleh perubahan iklim dan perubahan lingkungan global. Adanya ketidakseimbangan antara produksi dan stok pangan antarkawasan, ketidakseimbngan penguasaan dan kemampuan penerapan teknologi produksi dan pengolahan pangan; masih ditambah dengan terjadinya degradasi kualitas lahan dan air serta kerusakan lingkungan.
Kompleksitas masalah ketahanan pangan secara global ini juga menyangkut permintaan dan konsumsi pangan, di mana di sejumlah wilayah dunia jumlah penduduk terus bertambah terutama di Afrika dan Asia, serta kompetisi pemanfaatan pangan antara food-feed-fuel.
Henny Warsilah, peneliti pada Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan LIPI, pada Seminar MOST UNESCO di Jakarta (12/12) memaparkan, permasalahan pangan dalam negeri tak kalah rumitnya, seperti disebutkan oleh Nicholas Stern dalam Review on the Economic of Climate Change (2007), negara berkembang sudah berada dalam keadaan rentan dalam konteks perubahan iklim.
Negara-negara berkembang memiliki kapasitas yang rendah dalam merespon akibat dari perubahan iklim. Salah satu dampak paling serius dari perubahan iklim ini dialami oleh sektor kelautan, termasuk kondisi pangan masyarakat yang mendiami wilayah pesisir.
Selain faktor perubahan iklim yang menyebabkan gelombang tinggi, banjir (rob), bencana kekeringan dan longsor, ketersediaan pangan juga dipengaruhi faktor sosial ekonomi. "Kerusakan lingkungan ekosistem akan berdampak pada ketahanan pangan masyarakat, penduduk tidak lagi memiliki akses terhadap sumber-sumber produksi pangan."
Urgensi perubahan lingkungan dengan aspek sosial, kata Warsilah, adalah saat mereka berinteraksi hingga memperburuk krisis pangan, krisis sosial, ekonomi, dan politik. Serta memperbesar jumlah kemiskinan, ketimpangan, dan kerentanan.
Tantangan tersebut dialami manusia di dalam upaya mengamankan keberlanjutan dunia.
Menurut Badan Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian, strategi pembangunan ketahanan pangan, di antaranya adalah mendorong peningkatan konsumsi pangan beragam, bergizi seimbang, dan aman dengan berbasia pangan lokal, mengurangi konsumsi beras — targetnya mencapai 1,5 persen per kapita tiap tahun.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR