Cadangan minyak bumi Indonesia diprediksi akan habis dalam 15-20 tahun mendatang. Saat ini berbagai riset yang berupaya untuk mencari pengganti bahan bakar minyak (BBM) terus dilakukan.
Generasi kedua sumber energi tersebut adalah produksi bioetanol dari biomassa karbohidrat pati. Sayangnya seiring perkembangan populasi manusia, pengembangan karbohidrat pati kurang kompetitif karena menjadi konsumsi manusia pula.
Sebagai solusinya, salah satu langkah adalah pengembangan karbohidrat non-pati. Kini, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) tengah mengembangkan pemanfaatan biomassa non-pati tersebut.
Kepala Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI Dr. Witjaksono, mengungkapkan bahwa para peneliti LIPI pun berupaya untuk mencari sumber energi baru terbarukan untuk mengganti minyak bumi. “Penelitian terkait pemanfaatan biomassa non-pati terutama selulosa sedang dikembangkan, pemanfaatan biomassa turunan dari industri kelapa sawit menjadi salah satu fokus.
Kami telah mengembangkan penelitian pemanfaatan biomassa tersebut untuk produksi pangan fungsional, bioetanol (pengganti bahan bakar minyak), dan produk lainnya,” ungkapnya.
Selama ini, lanjutnya, harga bioetanol berbasis biomassa non-pati masih tidak ekonomis. Penyebabnya adalah teknologi yang belum tepat. Dengan penerapan teknologi proses yang memperhatikan tiga hal tersebut, harga bioetanol diharapkan bisa menjadi lebih ekonomis atau terjangkau masyarakat.
“Teknologi kunci agar proses menjadi efisien adalah optimasi proses pretreatment biomassa, rekayasa genetika mikroba untuk menghasilkan rekombinan enzim yang dibutuhkan secara efisien dengan menggunakan isolat lokal, dan breeding mikroba untuk menghasilkan mikroba yang cocok untuk fermentasi,” jelasnya.
Dr. Yopi Sunarya, Peneliti Puslit Bioteknologi LIPI menambahkan bahwa biodiversitas mikroba lokal Indonesia sangat luar biasa. LIPI saat ini juga mengembangkan Indonesia Culture Collection (InaCC) sebagai pusat koleksi mikroba Indonesia.
Pemanfaatan koleksi mikroba tersebut beserta kode genetikanya menjadi hal krusial yang harus dilakukan. “Adanya InaCC yang dikelola oleh LIPI. Koleksi potensial mikroba tersebut dapat digunakan untuk produksi enzim, senyawa biokimia dan mendesain super-mikroba untuk mendukung proses fermentasi yang lebih efisien,” paparnya.
Dengan memanfaatkan koleksi mikroba InaCC, ia katakan bahwa beberapa kerja sama riset terkait pemanfaatan biomassa selulosa telah dilakukan dan yang terbaru melalui dukungan dana Japan Science and Technology (JST) dan Japan International Cooperation Agency (JICA). Riset kolaborasi tersebut dilaksanakan pada tahun 2013 hingga 2018, menjadi salah satu riset yang bertujuan untuk pengembangan konsep biorefinery berbasis biomassa non-pati.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR