Nationalgeographic.co.id—Banyak orang sering mengeluh karena terlalu sibuk dan mengungkapkan keinginannya memiliki lebih banyak waktu luang. Namun penelitian terbaru menemukan bahwa terlalu banyak waktu luang ternyata juga tidak lebih baik. Terlalu luang dapat menghasilkan stres yang lebih besar dan kesejahteraan subjektif yang lebih rendah.
Menurut penelitian yang diterbitkan oleh American Psychological Association, seiring bertambahnya waktu luang seseorang, memang meningkatkan perasaan sejahtera orang tersebut. Akan tetapi hanya sampai titik tertentu, terlalu banyak waktu luang ternyata dapat menjadi hal yang buruk. Penelitian tersebut telah dipublikasikan dalam Journal of Personality and Social Psychology.
Marissa Sharif, Ph.D, asisten profesor pemasaran di The Wharton School dan penulis utama studi tersebut mengatakan, meskipun terlalu sedikit waktu itu buruk, tetapi memiliki lebih banyak waktu luang tidak selalu lebih baik.
Baca Juga: Psikolog Merancang Tes Baru Sederhana Pengukur Tingkat Kreativitas
"Kami menemukan bahwa memiliki kelangkaan waktu luang dalam satu hari menghasilkan stres yang lebih besar dan kesejahteraan subjektif yang lebih rendah," katanya dalam rilis American Psychological Association.
Untuk mengambil kesimpulan tersebut, para peneliti menganalisis data dari 21.736 orang Amerika yang berpartisipasi dalam Survei Penggunaan Waktu Amerika antara tahun 2012 dan 2013. Peserta memberikan laporan terperinci tentang apa yang mereka lakukan selama 24 jam sebelumnya, yang menunjukkan waktu dan durasi setiap aktivitas. Peserta juga diminta melaporkan rasa kesejahteraan mereka.
Para peneliti menemukan bahwa ketika waktu luang meningkat, kesejahteraan juga meningkat. Namun kemudian hal itu mulai mendatar setelah sekitar 2 jam dan mulai menurun setelah lima jam. Korelasi di kedua arah secara statistik signifikan.
Para peneliti juga menganalisis data dari 13.639 pekerja Amerika yang berpartisipasi dalam Studi Nasional tentang Perubahan Tenaga Kerja antara tahun 1992 dan 2008. Di antara banyak pertanyaan survei, peserta ditanya tentang jumlah waktu luang mereka. Misalnya, "Rata-rata, pada hari-hari ketika Anda bekerja, tentang berapa jam atau menit yang Anda habiskan untuk kegiatan waktu luang Anda sendiri?".
Para peneliti juga menanyakan kesejahteraan subjektif mereka, yang diukur sebagai kepuasan hidup. Misalnya, "Semua hal dipertimbangkan, bagaimana perasaan Anda tentang hidup Anda hari ini? Apakah Anda mengatakan Anda merasa 1=sangat puas, 2=agak puas, 3=agak tidak puas, atau 4=sangat tidak puas?".
Baca Juga: Berpelukan, 'Magic Touch' Pereda Stres yang Tabu di Indonesia
Sekali lagi, para peneliti menemukan bahwa tingkat waktu luang yang lebih tinggi secara signifikan terkait dengan tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi, tetapi hanya sampai titik tertentu. Setelah itu, kelebihan waktu luang tidak dikaitkan dengan kesejahteraan yang lebih besar.
Source | : | American Psychological Association,Journal of Personality and Social Psychology |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR