Baca Juga: Mengapa 'Kerang Disko' Bisa Menampilkan Pertunjukan Cahaya Cemerlang?
Ihli melaporkan, “Nanocrystals kecil dari bahan ini tersusun berlapis-lapis yang dapat dibandingkan dengan dinding bata. Dalam analogi ini, batu bata adalah nanocrystals, dan mortar antara batu bata terdiri dari molekul organik seperti kitin dan protein.”
Ia melanjutkan, “Mortar ini dapat menyerap air dalam jumlah besar, menyebabkannya membengkak. Melalui penyimpanan air, sehingga ia mengubah strukturnya menjadi lunak, dan batu bata itu menjadi saling bergerak.”
“Kemudian air bertindak seperti pelumas di antara masing-masing nanocrystals. Lalu kristal ini kemudian dapat tergelincir satu sama lain. Melalui gerakan inilah, cangkang menjadi fleksibel,” tutur Ihli.
Penelitian dan pengamatan cangkang ini juga telah berhasil mengungkap adanya jaringan pori-pori pada cangkang. Pori-pori ini secara efektif dapat memandu air ke dalam dan dengan cepat ia mendistribusikannya ke seluruh bahan.
“Hal ini dapat mencegah kerusakan pada cangkang dan dengan demikian menjadi kunci kelangsungan hidup hewan. Fenomena ini bahkan mungkin lebih luas daripada yang diduga. Kami tidak tahu berapa banyak spesies hewan lain yang mungkin memiliki sifat seperti ini," kata Nudelman.
Selain biologi dan evolusi, wawasan baru yang diperoleh juga menarik bagi ilmu material. Pengembangan material yang keras dan rapuh yang kekakuannya dapat dikontrol dapat menjanjikan untuk banyak aplikasi. Pakaian atau helm olahraga, misalnya, mungkin dapat secara fleksibel beradaptasi dengan gerakan dan selalu menawarkan perlindungan yang diperlukan tergantung pada dampaknya. Memanfaatkan fenomena ini juga terbukti berguna dalam mengembangkan bahan pengganti tulang.
Source | : | techexplorist.com |
Penulis | : | Wawan Setiawan |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR