Nationalgeographic.co.id—Untung Suropati terlahir dengan nama Surawiraaji. Ia lahir pada 1660 di Bali. Namanya juga bahkan tertulis dalam Babad Tanah Jawi, yang populer. Menurut Babad, ia berasal dari Bali. Pada era perbudakan, ia ditemukan oleh Kapten van Beber, seorang perwira VOC dalam perjalanannya ke beberapa wilayah Nusantara.
Kapten van Beber kemudian menjualnya (sebagai budak) kepada perwira VOC lain di Batavia yang bernama Moor. Sejak memiliki budak baru, karier dan kekayaan Moor meningkat pesat. Anak kecil itu dianggap pembawa keberuntungan sehingga diberi nama "Si Untung", demikian tulis Guntur S. Wijaya.
Namun, selama dalam kepemilikan Moor yang dianggap banyak membawa keberuntungan, ia malah kerap mendapatkan perlakuan buruk dari majikannya. "Setelah beranjak dewasa, Untung mulai memiliki keberanian untuk memberontak," ungkap Guntur dalam jurnal Suluk.
Guntur bersama tim risetnya, telah menulis jejak perjuangan Untung Suropati dalam jurnal Suluk, dengan judul Peranan Untung Surapati di Wilayah Mataram dalam Babad Trunajaya-Surapati, yang terbit pada 2019.
"Setelah melalui beragam pemberontakan, Untung melarikan diri dari majikannya bersama dengan kerabatnya. Meski sempat tertahan oleh kejaran serdadu VOC, ia tetap lolos dari sergapan," tulisnya.
Tujuannya jelas, ia telah menjadi pemberontak terbesar yang ditulis dalam babad berkat kekecewaannya selama menjadi budak. Atas kemenangan Untung Surapati
melawan Belanda di Mataram, Raja Amangkurat II memberikan hadiah berupa jabatan adipati di Pasuruan dengan gelar Tumenggung Wiranegara.
"Amangkurat memberikan wilayah kekuasaan diwilayah Pasuruan dengan diangkatnya sebagai Adipati (sekarang Bupati)" tambahnya. Lebih dari itu, seorang budak yang bermental baja itu kemudian diberi gelar kehormatan, yaitu Tumenggung Wiranegara.
Baca Juga: Perdagangan Budak Belanda di Transatlantik, Dari Afrika hingga Amerika
Baca Juga: Kisah Tragis Zaman VOC: Bangkai Kapal Batavia dan Kekejian Perompak
"Setelah itu ia memperkenalkan dirinya dengan nama Surapati" tulis Guntur. Diduga nama Untung ia dapat dari majikannya Belanda, sedang Surapati ia gunakan sebagai bukti pengabdiannya kepada Mataram.
Ya, perjuangan luar biasanya direkam dalam Babad Tanah Jawi. Kisahnya menjadi legendaris karena mengisahkan seorang anak rakyat jelata dan budak VOC yang menjadi seorang bangsawan dan Tumenggung (bupati) Pasuruan.
Untung Suropati merupakan seorang pejuang yang melawan VOC pada tahun 1689 hingga 1709. Ia juga dianggap sebagai seorang pahlawan di daerah Pasuruan, karena telah memiliki jasa dalam pemerintahan di Pasuruan.
Di Pasuruan, Untung Surapati berhasil membangun perlawanan terhadap VOC. Dari
sini ia membangkitkan semangat antikompeni yang mendapatkan simpati dari seluruh rakyat Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah.
Diah Ayu Octavia, Sumarjono dan Marjono menulis The Oral Tradition of Untung Suropati Among The People of Pasuruan From 1975 to 2018, yang terbit di jurnal Historica pada 2020. Diah menjelaskan tentang jasanya dalam pergolakan sejarah sebagai bagian dari Pasuruan.
Selama melawan Kompeni Belanda, Untung Suropati dibantu oleh Raja Cirebon dan Raja Mataram. Mereka memberikan beberapa persenjataan dan beberapa prajurit untuk membantunya dalam peperangan.
"Untung akhirnya diangkat sebagai Bupati Pasuruan ke-4 (1668-1704) yang berkuasa selama 20 tahun" tulisnya. Selama menjabat sebagai Bupati, ia berhasil memajukan sistem perekonomian di Pasuruan.
Baca Juga: Bagaimana Kekuasaan VOC, Kongsi Dagang Terkaya di Dunia, Berakhir?
Hal tersebut lantas membuat Pasuruan dikenal sebagai tempat perdagangan yang besar kala itu. "Selain mengembangkan sistem pemerintahan, ia juga memperluas kekuasaanya ke daerah Probolinggo, Malang dan Banyuwangi" tambahnya.
Pada 1706, saat pertempuran besar terjadi di Bangil, Untung Suropati gugur. Perlawanan selanjutnya dilanjutkan oleh putra-putranya dengan gagah berani disertai dengan semangat pantang menyerah.
Berkat jasa-jasanya, ia dikenang dalam memori kolektif masyarakat. Ia juga kemudian diangkat sebagai seorang pahlawan Nasional berdasarkan S.K Presidesn No.106/TK/1975 pada tanggal 3 November 1975.
Baca Juga: Telisik Istilah 'Duit' yang Populer Sejak Zaman VOC di Nusantara
Source | : | Jurnal SULUK,Jurnal UNEJ |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR