Para peneliti kemungkinan telah menemukan gangguan saraf yang menyebabkan disleksia (kesulitan membaca dan menulis). Diduga, area yang berlainan pada otak, yang mengatur tentang bahasa, tidak dapat berkomunikasi dengan semestinya. Temuan ini bisa menjadi pijakan untuk membantu para penyandang disleksia.
Satu teori menyatakan bahwa penyandang disleksia memiliki sedikit gangguan pendengaran, akibat kurang berkembangnya representasi saraf fonem pada otak. Namun, teori ini bisa dipatahkan karena "penyandang disleksia tidak punya masalah dalam memahami ucapan lawan bicaranya," menurut Sophie Scott dari University College London.
Scott dan rekan-rekannya memindai otak 23 orang dewasa penyandang disleksia, dan 22 orang non-disleksia. Pada semua partisipan, pola aktivitas saraf di bagian auditory cortex (yang mengolah suara masuk) sama-sama baik dalam merespons suara bicara. Artinya, otak mengolah suara dengan baik, pada penyandang disleksia maupun non-disleksia.
Tim peneliti kemudian menguji jaringan bahasa pada otak, yang mungkin mengalami kesulitan mengakses representasi suara. Mereka mengeksplorasi 13 area pada otak yang berperan dalam pengolahan bahasa, dan mengecek dua hal: bagaimana aktivitas yang serupa melewati area-area ini, dan bagaimana bentuk atau struktur saraf yang menghubungkan area-area tersebut.
Pada penyandang disleksia, kedua pengujian tersebut mengungkap adanya koneksi yang terganggu, dan karenanya terganggu pula komunikasi antara area otak yang mengandung auditory cortex dan area yang berperan mengolah informasi bahasa dan produksi suara/ucapan.
Semakin buruk konektivitas antara area-area ini, semakin parah tingkat disleksia seseorang. Menurut tim peneliti, teknik stimulasi otak non-invasif mungkin bisa membantu memperbaiki koneksi yang bermasalah tersebut.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Penulis | : | |
Editor | : | Oik Yusuf |
KOMENTAR