Para penyandang gangguan spektrum autisme biasanya menjalani beberapa terapi yang harus dilakukan sedini mungkin. Tak semudah membalikkan telapak tangan, ada beberapa tahap yang harus dijalani oleh sang penyandang, termasuk orang tua mereka.
Salah satunya adalah metoda pendekatan terapi okupasi, yang memakai acuan baku WFOT (World Federation of Occupational Therapy, meliputi psikososial (perilaku, object relation, cognitif, occupational behavior) dan sensomotorik-multisensoris (neuro development treatment, sensori integrasi, terapi gerak).
Sensori Integrasi, misalnya, membantu proses sensorik seorang anak agar tercapai kemampuan mengolah informasi secara tepat, berkonsentrasi, berorganisasi, percaya dan pengendalian diri, kemampuan akademis, berpikir abstrak dan spesialisasi masing-masing sisi tubuh dan otak yang kesemuanya dibutuhkan anak dalam berhubungan aktif dengan lingkungannya di rumah, sekolah dan di masyarakat.
Berdasarkan acuan ini, secara umum terapi okupasi mencakup empat tahap atau program. Pertama, penilaian atau semacam diagnosa dengan serangkaian wawancara dan uji kemampuan untuk mendapatkan gambaran kondisi anak. Kedua, rangkaian terapi yang disesuaikan dengan hasil penilaian.
Ketiga, bimbingan berupa pemaparan, pelatihan, konsultasi dan penyediaan kepustakaan bagi orangtua dan pengasuh untuk membantu kemajuan yang telah didapat anak selama terapi. Bisa lewat diskusi dan seminar kecil bulanan dengan para ahli dan orangtua bertema antara lain pubertas remaja berkebutuhan khusus, IEP (Individual Education Plan), dan bahagia dengan anak-anak berkebutuhan khusus.
Keempat, bila perlu, konsultasi dan bantuan untuk program di sekolah bila anak mengalami kesulitan akademik karena gangguan tumbuh kembangnya, yang antara lain mencakup kemampuan menulis (fungsi tangan) dan sensomotorik.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Penulis | : | |
Editor | : | Kahfi Dirga Cahya |
KOMENTAR