Di dalam sebuah kurungan yang dibatasi terali baja berkarat, enam ekor singa betina Afrika duduk dan berbaring di atas lantai beton.
Sementara itu, sebuah tengkorak keledai yang sudah tak berdaging teronggok di belakang kandang itu, sementara dua ekor singa jantan berputar-putar di dalam kandang berukuran enam meter itu.
Bukan, tempat ini bukanlah kebun binatang. Para singa ini berada di sebuah desa di kawasan Tihama yang tandus di Yaman. Tempat ini berada beberapa kilometer dari jalan raya utama dan merupakan salah satu dari dua tempat bisnis unik dan terbaru di perdesaan Yaman: peternakan singa.
Peternakan singa di Yaman memang terdengar mustahil. Namun, tingginya permintaan hewan peliharaan eksotis dari para orang kaya Teluk membuat bisnis ini amat menguntungkan.
Di dalam peternakan itu, Hassan Bari dengan bangga menunjukkan bisnisnya. Dia memiliki delapan ekor singa yang dibelinya saat hewan-hewan buas itu masih kecil, empat tahun lalu.
Dan kini Bari mulai menuai kesuksesan investasinya. Keenam singa betina miliknya kini hamil. Bari berharap dalam dua pekan mendatang singa-singa betina ini sudah melahirkan. "Saya berharap anak-anak singa itu bisa segera dijual. Ada permintaan sangat tinggi untuk hewan-hewan ini. Dan terkadang konsumen akan membeli sebanyak apapun yang bisa saya tawarkan," ujar Bari.
Dengan harga seekor anak singa mencapai hampir Rp90 juta per ekor, nampaknya menjual hewan langka seperti singa menjadi daya tarik warga di wilayah termiskin Yaman ini.
Para konsumen biasanya datang dari negara-negara kaya seperti Arab Saudi, Qatar, dan Uni Emirat Arab. Hewan-hewan ini akan menjadi koleksi pribadi dan simbol status orang-orang kaya itu.
Bisnis hewan langka ini telah mengubah poros jalan pesisir Yaman menjadi "jalan raya hewan liar" berkat akses lintas batas yang sangat dimudahkan pemerintah Arab Saudi.
Direktur Yayasan Born Free di Ethiopia, Stephen Brend mengatakan penjualan hewan langka ini sangat ekstensif, menguntungkan dengan risiko hukum yang kecil.
"Itulah yang menyebabkan bisnis peternakan singa di Yaman ini berkembang pesat. Namun, bisnis ini menghancurkan populasi alam liar dan juga berdampak terhadap masyarakat luas," kata Stephen.
Stephen menyamakan penyelundupan hewan liar dengan penjualan berlian ilegal karena melibatkan jejaring kriminal lintas batas negara.
"Sebuah studi PBB menyimpulkan ada kaitan kuat antara penyelundupan senjata, orang, obat-obatan dan hewan liar. Hewan-hewan ini sepertinya korban dari ketiadaan hukum," lanjut Stephen.
Orang-orang seperti Bari, tambah Stephen, membeli anak-anak singa dari seorang penjual yang mendarat di sebuah pantai tersembunyi di Bab-el-Mandeb, di mulut Laut Merah. "Saya kira singa-singa itu berasal dari Ethiopia dan dikapalkan dari Somaliland," kata Stephen.
Diperkirakan sebanyak 60-70 persen hewan liar yang dibawa dari Afrika menuju ke kawasan Teluk, mati dalam perjalanan. Termasuk di dalamnya 300-an anak cheetah setiap tahun.
Will Travers, salah seorang pendiri Yayasan Born Free mengatakan pengiriman kucing-kucing besar itu dalam kapal dari Tanduk Afrika menuju ke Timur Tengah dan kawasan lain tak bisa diterima.
"Pertama, praktik peternakan singa ini mengancam spesies yang saat ini sudah nyaris punah. Kedua, praktik ini menciptakan mimpi buruk soal kemakmuran. Ketiga, praktik ini bagai memasukkan uang ke kawasan di mana kejahatan dan masalah keamanan menjadi keprihatinan global," ujar Travers.
Pemutihan pada Terumbu Karang, Kala Manusia Hancurkan Sendiri Benteng Pertahanan Alaminya
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR