Pembangunan sistem transportasi publik di Jakarta mendesak direalisasikan seiring dengan cepatnya pertumbuhan dan perkembangan kota. Jika kebutuhan mobilitas warga yang semakin tinggi tidak mampu dipenuhi, Jakarta sebagai kota akan kehilangan potensi keuntungan ekonomi dan sosial yang bisa diraihnya.
Menurut peneliti Credo, Chis Molloy, dalam studi yang dilakukan Credo di 35 kota-kota di dunia awal taun lalu—termasuk Jakarta— perbaikan sistem transportasi publik memiliki implikasi yag besar bagi kenyamanan kehidupan warga kota. Secara ekonomi, beban warga juga akan semakin berkurang.
“Kota Jakarta punya peluang untuk menjadi lebih baik agar tak kehilangan potensi ekonomi yang bisa dinikmati warganya. Jika perbaikan sistem transportasi publik dilakukan serius dan perencanaan jangka panjang dilakukan lebih matang, pada 2030 kondisi transportasi publik akan lebih baik,” kata Chris di sela pelaksanaan World Cities Summit di Singapura, Senin (2/6).
Meskipun perencanaan transportasi publik jangka panjang di Jakarta belum sepenuhnya terlihat dengan jelas, keberadaan sistem bus rapid transit (BRT) dan dimulainya pembangunan mass rapid transit (MRT) berbasis rel akan bisa menekan beban ekonomi transportasi publik yang harus ditanggung oleh warga.
“Pada 2030 diperkirakan beban ekonomi transportasi warga menjadi 22,5 persen dari GDP. Posisi saat ini mencapai 23,5 persen dari GDP. Sementara GDP Jakarta saat ini adalah 52 miliar dollar AS,” terang Chris. Dalam penelitiannya, Chris mengelompokkan Jakarta sebagai emerging cities bersama Bangkok, Johannesburg, Sao Paulo, Buenos Aires, Delhi, Mumbai, dan Mexico City.
Efisiensi transportasi
Roland Busch, CEO Infrastructure and Cities Sector Siemens, mengungkap pada 2009 separuh penduduk dunia tinggal di perkotaan. Pada 2030, populasi yang tinggal di kawasan urban ini berkisar dari 3,5 miliar jiwa sampai 4,7 miliar jiwa. Secara ekonomi, 50 persen GDP global dihasilkan oleh 600 kota yang ada di dunia.
“Itu sebabnya, keberhasilan sebuah kota di antaranya terlihat pada efisiensi transportasi publik. Selain itu juga dilihat dari kesesuaian dan efisiensi penggunaan energi, emisi yang rendah, serta kearifan dalam penggunaan air dan pengelolaan sampah,” ujarnya.
Menurut Busch, salah satu solusi transportasi publik adalah dengan memanfaatkan kemajuan teknologi. Ke depan, kota-kota di dunia tidak lagi sekadar mengandalkan sistem transportasi yang berbasis jalan daan rel manual, bukan pula sekadar berbasis rel elektrik yang bisa bekerja secara otomatis, melainkan juga pada bangunan infrastruktur jalan dan rel yang terintegrasi secara canggih dan pintar.
Namun yang tak kalah penting adalah konsumsi energi transportasi di masa depan bisa lebih sedikit dibandingkan dengan yang ada saat ini, di antaranya teknologi hibrid. Dengan demikian, karbon yang dihasilkan semakin rendah.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR