Herodotus, sejarawan Yunani awal, membahas bagaimana para budak yang melarikan diri di Canopus secara sukarela menato diri mereka sendiri sebagai cara untuk menutupi merek yang dilakukan pada mereka oleh tuan mereka. Selain itu tato ini juga menggambarkan pengabdian religius.
Tanda baru ini sering digunakan untuk melambangkan bahwa pria dan wanita ini tidak lagi melayani tuan budak duniawi mereka, tetapi sekarang melayani dewa atau dewi tertentu.
Orang-orang Māori di Selandia Baru telah mempraktikkan seni tato Tā Moko selama berabad-abad. Tato ini, yang masih dipraktikkan sampai sekarang, memiliki makna budaya dan sejarah yang mendalam. Tato tidak hanya menyampaikan status sosial, identifikasi keluarga dan pencapaian hidup seseorang, tetapi juga memiliki makna spiritual dengan desain yang mengandung jimat pelindung dan menarik roh untuk melindungi pemakainya.
Beberapa suku asli Amerika dan Bangsa Pertama di Amerika Utara memiliki sejarah panjang memakai tato suci. Pada tahun 1878, antropolog awal James Swan menulis beberapa esai tentang orang-orang Haida yang ditemuinya di sekitar Port Townsend, Washington.
Dalam satu esai dia merinci bahwa tato lebih dari sekadar hiasan, dengan setiap desain memiliki tujuan suci. Dia juga merinci bahwa orang-orang yang memiliki tato dianggap sebagai pemimpin spiritual atau orang suci.
Dewa matahari, angin, pembelajaran dan udara Aztec kuno, Quetzalcoatl, sering digambarkan memiliki tato di relief kuno. Orang-orang Aztec sendiri mempraktikkan tato agama, dengan pendeta mereka sering bertanggung jawab atas berbagai bentuk seni tubuh dan modifikasi.
Baca Juga: Misteri Mumi Mesir Berusia 4.000 Tahun Terpecahkan Berkat Bantuan FBI
Di zaman modern, kita masih dapat melihat orang-orang di seluruh dunia mengenakan tato suci dengan makna religius.
Apa arti tato-taro yang menghiasi tubuh mumi Otzi si manusia es kemungkinan besar akan tetap menjadi misteri. Namun tubuh Otzi adalah pengingat penting bahwa tato telah, dan terus menjadi, bagian suci dari banyak budaya di seluruh dunia
Source | : | The Conversation |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR