Nationalgeographic.co.id - Bentang alamnya yang indah, memiliki banyak pulau dan danau daratan tipis di tengah Samudera Atlantik, menjanjikan destinasi wisata alam. Kepulauan Azores berada di sekitar 1.300 kilometer di sebelah barat Portugal dan menjadi bagian dari negara itu.
Berdasarkan catatan sejarah Eropa, kepulaan ini baru ditemukan pada 1427 oleh pelaut Portugis Diogo da Silves berlabuh di musim panas, dan menamai pulau tempatnya berlabuh sebagai Santa Maria.
Namun dalam sebuah studi baru di jurnal PNAS berjudul Climate change facilitated the early colonization of the Azores Archipelago during medieval times, mengungkap indikasi pelaut Viking sudah tiba di sana 700 tahun lebih awal dari de Silves dan para awaknya.
Meski demikian, jejak para Viking sudah lama hilang ketika pelaut Portugis tiba, tulis para peneliti. Pengungkapan bahwa orang Viking pernah ke sana berkat penumpang gelap pengerat dari Nordik, yang meninggalkan jejak genetik yang awet di pulau itu untuk ditelusuri lewat penelitian sebelumnya.
Hasil laporan ini juga merupakan tambahan dan pelengkap dari penelitian sebelumnya pada 2015 di Journal of Evolutionary Biology yang dipimpin oleh Jeremy Searle, ahli biologi evolusi di Cornell University. Dalam makalah itu, Searle dan tim menemukan kesamaan genetik tikus Azores dengan tikus di Eropa utara.
Lewat penelitian terbaru yang dipimpin Pedro Raposeiro, ekolog di University of the Azores, sisa peninggalan manusia yang jelas hanya berasal pada awal abad ke-15. Meski demikian, beberapa penelitian lain mengisyaratkan pendudukan yang lebih awal di sini, meski tidak jelas siapa pemukim awal, dan kapan mereka tiba.
Baca Juga: Penemuan Terbaru Patahkan Mitos Tentang Pembuatan Kapal Viking
Untuk menggali lebih lanjut, Raposeiro dan tim mengumpulkan inti silinder sedimen dari lima dasar danau di sekitar kepulauan, sebagai cara merinci sejarah iklim di sana. Mereka menduga, bisa menemukan tanda-tanda gangguan manusia, seperti serbuk sari dari tanaman yang bukan asli kepulauan, spora dari jamur yang tumbuh di kotoran ternak dari awal 1400-an.
Ternyata yang mereka temukan menunjukan waktu yang lebih jauh dari masa itu. Para peneliti menemukan lapisan sedimen dari sekitar tahun 700 Masehi dan 850 Masehi dari Danau Peixinho, Pulau Pico. Isinya mengandung senyawa organik yang berasal dari kotoran hewan seperti sapi dan domba.
Para peneliti juga mendapatkan partikel arang dan penurunan kelimpahan serbuk sari pohon asli, yang menjadi bukti aktivitas manusia seperti menebang dan membakar pohon untuk membuka ruang untuk ternak mereka.
Kesimpulan dari semua temuan ini menunjukkan bahwa manusia sudah tinggal dan mengeksploitasi SDA di Kepulauan Azores setidaknya 700 tahun lebih awal dari yang diyakini sejarawan secara tradisional. Tapi belum jelas kapan pemukiman paling awal ini menghilang, sebab para pelaut Portugis yang menjelajahi kepulauan ini menemukannya sebagai alam yang asri.
"Siapa pelaut kuno pertama itu? Tebakan terbaik kami adalah orang Nordik, yang merupakan pelaut ulung dan suka berpetualang," kata Raposeiro, dikutip dari Science.
Baca Juga: Melihat Satu-Satunya Museum Peninggalan Kapal Viking di Oslo Norwegia
Para peneliti juga membuat simulasi iklim yang menunjukkan bahwa angin dominan di Samudera Atlantik Utara berhembus dari timur laut. Tentu angin ini yang membantu para Viking berlayar menuju barat daya dari tanah air mereka di Skandinavia, yang langsung menuju ke Azores.
Sementara, Raposeiro menambahkan, angin yang sama ini tentu akan mempersulit para pelaut yang datang dari Portugis untuk bisa mencapai kepulauan ini. Akibatnya, seperti penelitian pada 2015, tikus rumah di Kepulauan Azores berbagi DNA dengan populasi dari tikus Eropa utara.
"Tikus bisa saja menumpang kapal Viking dan menemukan pulau dengan sumber daya berlimpah dan sedikit pesaing atau pemangsa," kata Searle. "Tikus-tikus itu seperti 'artefak hidup' kehadiran Viking."
Baca Juga: Peradaban Karibia Kuno yang Hilang Musnah Sebelum Kedatangan Eropa
Source | : | Science |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR