Ribuan keramik yang terpendam di sepanjang Pantai Natuna, Kepulauan Riau, menegaskan bahwa Natuna pernah menjadi pelabuhan transit pada masa puncak perniagaan Kerajaan Sriwijaya abad ke-7 hingga abad ke-13 Masehi. Hal itu dipertegas dengan penemuan jenis keramik yang sama di Pulau Sumatra.
Peneliti senior Pusat Arkeologi Nasional (Pusarnas), Naniek Harkantiningsih Wibisono, mengatakan, Pusarnas telah meneliti sekitar 1.200 keramik utuh dan 1.000-an pecahan keramik yang ditemukan di pesisir Natuna. Keramik-keramik itu berasal dari periode berbeda-beda, mulai dari abad ke-10 hingga ke-20, dan berasal dari beberapa daerah seperti Tiongkok, Vietnam, Thailand, dan Belanda.
"Keramik-keramik Tiongkok yang ditemukan adalah buatan Dinasti Song, Yuan, Ming, dan Qing. Temuan paling banyak ialah keramik Dinasti Song (abad ke-12 hingga ke-13) dan Yuan (abad ke-13 hingga ke-14)," kata Naniek, Senin (4/8) di Jakarta.
Jenis keramik yang bermacam-macam, mulai dari mangkuk, botol, guci, piring, tempayan, buli-buli, cepuk bertutup, cangkir, hingga cawan. Menurut Naniek, keramik-keramik itu merupakan barang-barang komoditas yang diperdagangkan lewat laut. Natuna diduga kuat sebagai pelabuhan transit sebelumnya melanjutkan pelayaran, salah satunya ke Sriwijaya.
Peneliti senior Pusarnas, Sony Wibisono mengungkap, keramik-keramik di Natuna rata-rata ditemukan di kedalaman 40 sentimeter. Ia menduga dahulu banyak bajak laut yang sengaja memendam untuk menyimpan sementara keramik-keramik itu sebelum dibawa pergi lagi.
"Keramik-keramik banyak terpendam di sepanjang pantai. Banyak warga yang akhirnya memburunya dan merusak konteks tanah di sana," ungkapnya.
Tahun lalu, peneliti juga menemukan satu kerangka wanita yang dikubur membujur arah tenggara-barat laut. Para peneliti belum sempat mengecek umum kerangka individu tersebut.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR