Dalam agama Buddha, konsep cara memandang yang benar dihubungkan dengan salah satu ajaran Astavidha (delapan jalan mulia). Para peziarah yang memandang relief dengan benar berarti mereka bisa membaca rangkaian kisah dengan baik. Artinya, cara memandang yang baik merupakan bagian Dharma Buddha. “Jadi jarak yang tepat adalah simbol dari dharma yang benar,” ujarnya.
Saya turut mengitari candi dan mencoba memandangi relief dinding teras itu dengan cara seperti yang dilakukan Munandar. Dengan berdiri merapat ke pagar langkan saya bisa mengamati satu bingkai panil relief Lalitavistara dan Avadana yang berada di dinding teras candi dengan utuh dan pandangan yang nyaman–tidak menyesakkan dan tidak melelahkan mata. Namun, betapa saya terkejut ketika mendongak ke atas, seraut arca wajah Buddha seolah menatap saya.
Munandar tersenyum. Dia berkata bahwa cara memandang Buddha dengan mendongak mempunyai makna memandang arupadhatu atau tingkatan semesta paling tinggi yang tak berwujud. Secara kosmografi, ajaran Buddha membagi alam semesta menjadi tiga unsur: kamadhatu atau unsur nafsu, rupadhatu atau unsur wujud, dan arupadhatu.
Dalam membuat setiap tegakan, perancang candi ini selalu memikirkan bahwa yang paling atas adalah yang sempurna. Sambil mendongak dia berkata “Kita memang harus memandang Buddha ke atas karena arca itu tidak pernah satu level dengan kita.”
Baca juga: Pusat Arkeologi Nasional Menyingkap Misteri Candi yang Hilang
Penulis | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
Editor | : | Silvita Agmasari |