Makam itu dibangun sekitar 30 SM ketika Republik Romawi berubah menjadi Kekaisaran Romawi, yang dipimpin oleh Kaisar Agustus sejak 27 SM. Uniknya, tempat itu bertahan lama, dan telah lama menarik perhatian pengunjung selama berabad-abad, termasuk sastrawan Inggris Raya Lord Byron, menziarahinya pada awal 1800-an, yang terekam dalam bukunya Childe Harold’s Pilgrimage.
Marie Jackson, seorang peneliti dari Department of Geology and Geophysics, University of Utah, Amerika Serikat mengunjungi makam itu tahun 2006, bersama arkeolog Dottoressa Gianmichele. Dia tertarik untuk menganalisis beberapa sampel kecil dari tengara ini.
"Itu adalah hari yang sangat hangat di bulan Juli," kenangnya dikutip dari rilis. "Namun saat kami turun tangga ke koridor makam, udara jadi sangat sejuk dan lembab."
Struktur dinding bata nya sangat kuat, kohseif, dan hampir sempuran diawetkan, beserta batuan vulkanik yang hampir penuh dengan kandungan air. Dinding beton tebal itu mengadung tefra vulkanik dari aliran piroklastik yang dihasilkan dari gunung berapi Alban Hills di dekatnya, dan mengikat bongkahan batu bata dan agregat lava
Baca Juga: Seperti Stadion Saat Ini, Amfiteater Zaman Romawi Punya Fasilitas VIP
"Suasananya sangat tenang," kesan Jackson. Dia bersama Nobumichi Tamura, peneliti di Lawrence Berkeley National Laboratory, dan dua anggota lainnya, mengamati 'lem' mortar, sebuah blok bangunan yang disebut fase pengikatan C-A-S-H (kalsium-alumunium-silikat-hidrat), dengan mineral yang disebtu strätlingite. Mineral ini berfungsi untuk membloki perambatan retakan kecil di dalam mortar, mencegahnya saling terhubung dan mematahkan struktur beton.
Penelitian itu dipublikasikan di Journal of the American Ceramic Society pada 16 September lalu. Makalah itu berjudul Reactive binder and aggregate interfacial zones in the mortar of Tomb of Caecilia Metella concrete, 1C BCE, Rome.
Meski demikian, tefra yang digunakan orang Romawi untuk mortar Makam Caecilia Metellah lebih mengandung leucite yang kaya kalium. Berabad-abad air hujan dan air tanah yang meresep melalui dinding makam melarutkan leucite dan melepaskan kalium ke dalamnya.
"Kami melihat domain C-A-S-H yang utuh setelah 2.050 tahun dan beberapa yang membelah, tipis atau berbeda dalam morfologi," terang Linda Seymour, penulis pertama peneliti itu dari Department of Civil and Environmental Engineering, Massachusetts Institute of Technology (MIT).
Baca Juga: Mengenal Gua Theopetra Yunani, Jadi Bangunan Tertua di Dunia
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR